Perencanaan Pembangunan Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perencanaan
pembangunan ekonomi adalah awal dari membangun ekonomi menjadi lebih baik dari
sebelumnya, hasil kerjasama seluruh rakyat Indonesia untuk mensejahterakan
seluruh rakyat Indonesia, membenahi Indonesia dari berbagai bidang.
Dalam hal
ini membenahi pembangunan ekonomi menjadi yang lebih baik lagi dari tahun
sebelumnya, dalam pembangunan ekonomi itu sendiri banyak yang harus difikirkan
terlebih dahulu dan memerlukan biaya yang cukup besar dalam pembangunan. Kita
ketahui utang negara sendiri sudah cukup besar dan dalam pembangunan
membutuhkan biaya yang besar pula. Pemerintah memiliki perencanaan yang lebih
dari satu. Tidak hanya ada satu perencanaan pembangunan di Indonesia tetapi
banyak perencanaan pembangunan untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi dari
sebelumnya Maka dari itu pembangunan Indonesia harus bertahap dan tidak
mengeluarkan biaya yang sangat besar dalam pembangunan dan sangat diperhatikan
dalam perencanaan pembangunan.
Dalam
pembangunan ekonomi harus terlebih dahulu ada perencanaannya agar mengetahui
seberapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam pembangunan. Tetapi,
tidak hanya pemerintah pusat yang melakukan perencanaan pembangunan, pemerintah
daerah harus punya peranan juga dalam perencanaan pembangunan ekonomi di
Indonesia. Agar pembangunan ekonomi merata sampai ke daerah dan menjadikan
Indonesia sebagai negara yang baik dalam pembangunan. Tidak hanya negara maju
dan berkembang yang dapat melakukan pembangunan tetapi indonesia dapat
melakukan pembangunan negaranya sendiri walaupun dengan perlahan-lahan. Karena
tidak dapat cepat dalam membangun indonesia, banyak yang harus
diperhatikan, banyak pihak yang dilibatkan dalam hal ini dan memerlukan biaya
yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa itu Perencanaan Pembangunan
Ekonomi?
2. Apa saja Model-Model Perencanaan
Pembangunan?
3. Bagaimana Model-Model Perencanaan
Pembangunan Negara-Negara di Dunia?
4. Bagaimana Membandingkan Model-Model
Perencanaan Pembangunan Negara-Negara di Dunia?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu perencanaan
pembangunan ekonomi.
2. Untuk mengetahui apa saja
model-model perencanaan pembangunan.
3. Untuk mengetahui bagaimana
model-model perencanaan pembangunan negara-negara di dunia.
4. Untuk mengetahui perbandingan
model-model perencanaan pembangunan negara-negara di dunia.
D. Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini
adalah agar penulis dan pembaca lebih memahami akan perencanaan pembangunan ekonomi,
mengetahui apa saja model-model perencanaan pembangunan, mengetahui bagaimana
model-model perencanaan pembangunan negara-negara di dunia, dan membandingan
model-model perencanaan pembangunan negara-negara di dunia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Istilah
Perencanaan memiliki pengertian yang berbeda-beda dari para ahli. Banyak
dokumen perencanaan nasional atau pernyataan dari para pemimpin politik yang
memperkenalkan pengertian mereka sendiri. Para pakar ekonomi pun belum ada
kesepakatan tentang pengertian istilah perencanaan pembangunan ekonomi
tersebut. Menurut Conyers dan Hills (1994), Perencanaan sebagai suatu proses
yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan
berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu pada masa yang akan datang. Sedangkan Arsyad (2002), menyatakan ada 4
(empat) elemen dasar perencanaan yakni:
1.
Merencanakan
berarti memilih
2.
Perencanaan
merupakan alat pengalokasian sumber daya
3.
Perencanaan
merupakan alat untuk mencapai tujuan
4.
Perencanaan
untuk masa depan.
Walaupun
belum ada kesepakatan yang di antara pakar ekonom berkenaan dengan istilah
perencanaan ekonomi, dapat di ambil inti dari istilah perencanaan ekonomi
mengandung arti pengendalian dan Pengaturan suatu perekonomian untuk mencapai
sasaran dan tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.
Perencanaan Pembangunan Ekonomi adalah suatu proses
yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan
berbagai alternatif penggunaan sumber daya dalam mengendalikan suatu
perekonomian untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu dalam jangka waktu agar
mencapai tujuan-tujuan pada masa yang akan datang.
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan juga dipandang
sebagai peningkatan pertumbuhan ekonomi disertai keadilan sosial secara sadar.
Pembangunan (development) secara
umum menganut tiga paradigma, yaitu pertumbuhan (growth), perbaikan (improvement),
dan perubahan (change).
Sebagai suatu proses, maka pembangunan masyarakat tidak terlepas dari aspek
manajemen yang menanganinya. Dalam suatu
proses manajemen yang umum akan meliputi aspek perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan
pengawasan (controlling).
Perencanaan (planning) ditinjau dari segi sistem menurut Chadwick
(1978) merupakan suatu proses yang bertingkat yang dapat mengontrol suatu
susunan kegiatan dimana urutan proses
pekerjaan harus dilakukan.
Roberts et al (1984) dalam bukunya Planning and Ecology,
mendefinisikan planning sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan
alokasi atau eksploitasi yang rasional dari sumber-sumber daya untuk
kemaslahatan manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perencanaan
pembangunan juga tidak bisa dilepaskan dari konsep hubungan antara sistem
social (social system) dan lingkungan alam atau sistem ekologi (ecological
systems).
Perencanaan pembangunan dari perspektif lingkungan menurut Eagles (1984)
memiliki dua komponen yaitu : (1). sekumpulan alasan yang melihat tujuan
perencanaan dari segi ekologi dan pembangunan manusia; (2). seperangkat
kriteria sebagai acuan dalam menilai pembangunan dari aspek etika ekologi dan
etika social.
Adapun ciri dari suatu perencanaan pembangunan ekonomi
yaitu:
1. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai
perkembangan sosial ekonomi yang mantap (steady social economic growth).
Hal ini dicerminkan dalam usaha pertumbuhan ekonomi yang positif.
2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk
meningkatkan pendapatan per kapita.
3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi.
4. Usaha perluasan kesempatan kerja.
5. Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai distributive
justice
6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat
yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
Unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan ekonomi
yaitu :
1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana
pembangunan.
2. Adanya kerangka rencana makro.
3. Perkiraan sumberdaya-sumberdaya bagi pembangunan
khusunya sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
4. Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten
seperti misalnya kebijaksanaan fiskal, penganggaran, moneter, harga serta
kebijaksanaan sektoral lainnya.
5. Perencanaan pembangunan adalah program investasi yang
dilakukan secara sektoral. Penyusunan program investasi secara sektoral ini
dilakukan bersama-sama dengan penyusunan rencana-rencana sasaran.
Menurut Jhingan (1983) syarat-syarat keberhasilan
suatu perencanaan memerlukan adanya hal-hal berikut ini :
1. Komisi Perencanaan
Pembentukan suatu komisi (badan atau lembaga)
perencanaan yang harus diorganisir secara tepat yang dibagi dalam bagian-bagian
dan subbagian yang dikoordinir oleh para pakar, seperti pakar ekonomi,
statistik, teknik serta pakar lain yang berkenaan dengan masalah perekonomian.
2. Data Statistik
Adanya analisis yang menyeluruh tentang potensi sumber
daya yang dimiliki suatu negara beserta segala kekurangannya. Analisis seperti
ini penting untuk mengumpulkan informasi dan data statistik serta
sumberdaya-sumberdaya potensial lain seperti sumber daya alam, sumber daya
manusia dan modal yang tersedia di negara tersebut.
3. Tujuan
Suatu perencanaan dapat menetapkan tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai. Berbagai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai tersebut
hendaknya realistis dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara yang
bersangkutan.
4. Penetapan Sasaran dan Prioritas
Penetapan sasaran dan prioritas perencanaan dibuat
secara makro dan sektoral. Sasaran secara makro dirumuskan secara tegas serta
mencakup setiap aspek perekonomian dan dapat dikuantifikasikan. Untuk sasaran
sektoral harus disesuaikan dengan sasaran makronya, sehingga ada keserasian
dalam pencapaian tujuan.
5. Mobilisasi Sumberdaya
Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh
pemerintah sebagai dasar mobilisasi sumberdaya yang tersedia. Sumber pembiayaan
ini bisa berasal dari sumber luar negeri dan dalam negeri (domestik).
6. Keseimbangan dalam Perencanaan
Suatu perencanaan hendaknya mampu menjamin
keseimbangan dalam perekonomian, untuk menghindarkan kelangkaan maupun surplus
pada periode perencanaan.
Adapun tujuan dari Perencanaan Pembangunan Ekonomi
adalah sebagai berikut :
1. Mengarahan kegiatan, pedoman kegiatan
kepada pencapain tujuan pembangunan
2. Memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang
tersedia.
3. Memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan
nilai sumber2 daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan
masyarakat secara menyeluruh.
4. Terdapat perkiraan potensi, prospek
perkembangan, hambatan & risiko masa yang akan datang.
5. Memberi kesempatan mengadakan pilihan terbaik.
6. Dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi
pentingnya tujuan.
7. Sebagai alat mengukur / standar terhadap
pengawasan evaluasi.
B.
Model-Model Perencanaan Pembangunan
Menurut Todaro (1986)
dalam buku Perencanaan Pembangunan : Model dan Metode, perencanaan
(pembangunan) ekonomi merupakan usaha secara sadar dari suatu organisasi pusat
untuk mempengaruhi, mengarahkan, serta dalam beberapa hal, bahkan mengendalikan
perubahan dalam variable-variabel ekonomi yang utama (misalnya : PDB, konsumsi,
investasi, tabungan dll.).
Model
pembangunan ekonomi merupakan seperangkat hubungan terorganisasi yang memerikan
berfungsinya suatu kesatuan perekonomian (rumah tangga, individu, nasional dan
internasional) dengan seperangkat asumsi-asumsi yang disederhanakan.
Pemilihan model
akan sangat tergantung kepada kematangan perekonomian yang ada, bagaimana
struktur kelembagaan ekonomi dan peranan sektor swasta vs sektor pemerintah
dalam pembangunan, ketersediaan data dan informasi, dan kendala-kendala
operatisional tertentu (misalnya kelangkaan modal, devisa, dan lain lain).
Model-model
perencanaan pembangunan antaralain:
1.
Model
Agregat
Tipe model perencanaan yang paling sederhana adalah model agregat yang berhubungan dengan perekonomian secara
keseluruhan dan menyangkut komponen-komponen agregat seperti konsumsi,
produksi, investasi, tabungan , ekspor, impor, dan lain lain. Model ini biasanya digunakan untuk menentukan
laju pertumbuhan PDB dengan asumsi yang disederhanakan. Model perencanaan pertama dan pemula yang digunakan
hampir semua oleh negara berkembang adalah model pertumbuhan agregat.
(aggregate growth model). Model ini mengulas perekonomian secara keseluruhan
dengan menggunakan variabel-veriabel makroekonomi yang dinilai paling
mempengaruh tingkatan dan laju pertumbuhan output nasional, yaitu tabungan,
investasi, cadangan modal, nilai ekspor, impor, bantuan luar negeri, dan
sebagainya. Model pertumbuhan agregat ini merupakan model yang cocok untuk
meramalkan pertumbuhan output (dan mungkin juga ketenagakerjaan) dalam kurun
waktu antara tiga sampai dengan lima tahun.
2. Model Input-Output dan Proyeksi Sektoral: Gagasan
Dasar
Pendekatan lain yang jauh lebih canggih terhadap
perencanaan pembangunan menggunaka beberapa varian model-antar industri
(inter-industry model) atau model input-output (input-output model). Pendekatan
ini memperhitungkan kenyataan bahwa kegiatan ekonomi dalam sektor-sektor
industri yang utama senantiasa saling berhubungan satu sama lain dalam suatu
bentuk himpunan persamaan aljabar yang simultan yang pada akhirnya akan
menunjukan proses produksi atau teknologi yang digunakan dalam masing-masing
sektor industri. Semua industri selain dianggap selain sebagai produsen output
tertentu juga sebagai konsumen atau
pihak yang menggunakan output dari industri yang lain sebagai input-inputnya.
Sebagai contoh adalah sektor pertanian. Selain sebagai produsen output tertentu
(misalnya gandum) sektor ini juga menggunakan input-input yang merupakan
output-output , katakalah sektor industri mesin dan sektor industri pupuk.
3. Penilaian Proyek dan Analisis Manfaat Biaya Sosial
Meskipun
lembaga perencanaan di negara-negara berkembang pada umumnya menggunakan
output-input sektoral yang telah disederhanakan, namun dalam kegiatan
operasional sehari-harinya mereka lebih memperhatikan alokasi dana investasi
pemerintah yang selalu terbatas berdasarkan teknik analisis makroekonomi yang
dikenal dengan nama penilaian proyek (project appraisal). Namun hendaknya
hubungan intelektual dan operasional antara tiga teknik perencanaa yang penting
tersebut tidak diabaikan. Model pertumbuhan
makro menyusun strategi yang luas, yang bila disertai dengan analisis
output-input, akan pelaksanaan upaya pemenuhan target sektoral domestik secara
konsisten, sedangkan penilaian proyek khusus dirancang untuk mennjamin
terciptanya perencanaan proyek yang efisien unutk masing-masing sektor.
Hubungan timbal balik antara ketiga tahap perencanaan tersebut akan sangat
banyak menentukan keberhasilan pelaksanaan perencanaan pembangunan tersebut.
Sistem Perencanaan Pembangunan di Indonesia
Perencanaan pembangunan nasional dari perspektif “top
down” atau “central approach”
bisa dideskripsikan sebagai berikut (LAN, 1993 dalam buku Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia) :
1.
Rencana Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang dalam pembangunan nasional sebelum
era reformasi dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
merupakan Ketetapan MPR.
2.
Rencana
Jangka Menengah
Pada Pola Umum Pelita digariskan tujuan, prioritas dan
arah kebijaksanaan pembangunan secara umum dan dalam bidang-bidang serta
sektor-sektor.
3.
Rencana
Pembangunan Daerah
Dari rencana jangka menengah (Repelita) diadakan
pembagian kedalam sektor-sektor pembangunan, maupun kedalam rencana pembangunan
wilayah-wilayah / propinsi.
4.
Rencana
Pembangunan Tahunan
Perencanaan pembangunan tahunan tercermin dalam APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Perencanaan tahunan merupakan penjabaran dari Repelita.
C.
Model-Model Perencanaan Pembangunan Negara-Negara di Dunia
Prinsip dalam perencanan program
sangat tergantung pada asumsi dan tujuan dari perencanaan sosial itu sendiri.
Asumsi tujuan perencanaan tidak ada yang seragam, melainkan tergantung pada
model perencanaan yang dipilih. Oleh karena itu untuk memahami prinsip-prinsip
dalam perencanaan sosial dapat dilakukan melalui penelaahan terhadap
model-model perencanan sosial. Setidaknya ada empat model perencanaan sosial
yang memuat prinsip-prinsip perencanaan secara tersendiri. (Gilbert dan Specht,
1997, dalam Suharto, membangun masyarakat memberdayakan rakyat, 2009:73)
1. Model Rasional Komprehensip
Model tersebut merupakan model yang
paling terkenal dan luas diterima oleh para pembuat keputusan. Prinsip utama
dalam model ini adalah bahwa perencanaan merupakaan suatu proses yang teratur dan
logis. Model ini sangat menekankan pada aspek teknis metodologis yang
didasrakan pada fakta-fakta, teori-teori dan nilai-nilai tertentu yang relevan.
Dalam moel ini masalah yang ditentukan harus didiagnosis, ditentukan
pemecahannya melalui perencanaan program yang komprehensif, kemudian diuji
efektifitasnya sehingga diperoleh cara pemecahan masalah dan pencapaian tujuan
yang paling baik.
Namun demikian,
berbagai ahli menunjukan beberapa kelemahan yang melekat pada model ini
(Winarto, 2002, dalam suharto):
a.
Karena masalah
dan alternatif yang diusulkan oleh model ini bersifat kompehensif, luas dan
mencakup berbagai sektor pembangunan, program yang diusulkan oleh para pembuat
keputusan serinkali tidak mampu merespon masalah yang spesifik dan kongkrit.
b.
Seringkali
tidak realistis, karena informasi mengenai masalah-masalah yang dikaji dan
alternatif-alternatif yang diajukan seringkali menghadapi hambatan, misalnya
dalam hal waktu dan biaya.
c.
Para pembuat
keputusan biasanya berhadapan dengan situasi konflik antar berbagai kelompok
kepentingan.
2. Model
Inkremental
Kekurangan dalam model rasional
komprehensif melahirkan inkremental atau model penambahan (Incremental). Prinsip utama model ini mensyaratkan bahwa
perubahan-perubahan yang diharapkan dari perencanaan tidak bersifat radikal,
melainkan hanya perubahan-perubahan kecil saja atau penambahan-penambahan pada
aspek-aspek program yang sudah ada. Prinsip ini berbeda dengan model pertama
yang menekankan perubahan-perubahan fundamental. Model ini menyarankan bahwa
perencanaan tidak perlu menentukan tujuan-tujuan dan kemudian menetapkan
kebijakan-kebijakan untuk mencapainya. Yang diperlukan adalah menentukan
kebijakan yang berada secara marginal saja.
3.
Model
Pengamatan Terpadu
Model pengamatan terpadu atau
penyelidikan campuran (mixeds canning model). Model ini
merupakan jalan tengah dari model yang pertama dan kedua yang memadukan
unsur-unsur yang terdapat pada kedua pendekatan di atas, yakni menenai
keputusan fundamental dan inkremental. Keputusan yang fundamental dilakukan
dengan menjajagi alternatif-alternatif utama di hubungkan dengan tujuan. Tetapi
tidak seperti pendekana rasional, hal-hal yang detail dan pesifikasi diabaikan
sehingga pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh. Sementara itu,
keputusan-keputusan yang bersifat tambahan atau inkremental dibuat didalam
konteks yang ditentukan oleh keputusan-keputusan fundamental. Dengan demikian,
masing-masing unsur dapat mengurangi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
unsur lainnya.
4.
Model Transaksi
Prinsip utama model ini menekankan
bahwa perencanaan melibatkan proses interaksi dan komunikasi antara perencana
dan para penerima palayanan. Oleh karena itu, model ini menyarankan bahwa
perencanaan harus dapat menutup jurang komunikasi antar perencana dan penerima
pelayanan yang membuat program-program. Caranya: dapat dilakukan dengan
mendengarkan transaksi yang bersifat pribadi, baik lisan maupun tulisan secara
terus menerus di antara mereka yang terlibat.
Perancanan sosial disini menunjuk pada proses pragmatis
untuk menentukan keputusan dan menentukan tindakan dalam memecahkan masalah
sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan
(buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk (rendahnya usia harapan hidup),
tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi, dan lain-lain.
D. Membandingkan
Model-Model Perencanaan Pembangunan Negara-Negara di Dunia
1. Model dan Strategi Pengembangan Perencanaan di Negara Maju
Apabila kita cermati ciri-ciri
Negara maju pada umumnya menerapkan sistem ekonomi terbuka. Inilah salah satu
strategi yang dikembangkan untuk mendongkrak perekonomian negara tersebut.
Lalu, bagaimana strategi dan model pengembangan di sektor lain?
a. Sistem Ekonomi
Sejarah telah mencatat hancurnya ekonomi beberapa
Negara Eropa Timur mengakibatkan banyak negara lainnya di Eropa Timur beralih
pada sistem ekonomi terbuka. Apakah keistimewaan dari sistem ekonomi ini hingga
menyebabkan banyak negara beralih menganutnya? Dalam sistem ekonomi ini setiap
individu atau kelompok bebas berusaha maupun memiliki barang dan alat-alat
produksi. Setiap orang juga diberikan kebebasan memiliki barang dan jasa. Hal
ini berarti negara ini terbuka dan berinteraksi serta menjalin kerja sama
dengan negara lain berdasarkan prinsip laba.
Investasi modal asing pun bisa masuk ke negara ini.
Oleh karena adanya keterbukaan ini mendorong terjadinya persaingan, yang dapat
memberikan dorongan untuk meningkatkan mutu produk dalam negeri agar mampu bersaing.
Hal ini tidak hanya berlaku bagi produk-produk yang dihasilkan, namun juga pada
tenaga kerja. Tenaga kerja dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas diri.
Sistem ekonomi ini juga memberikan dampak buruk, apabila tidak disertai dengan
pengaturan hukum yang baik dan pengawasan pemerintah.
Dampak buruk yang nyata adalah terjadinya
penindasan dan monopoli. Namun, apabila kita perhatikan di negara maju,
pelaksanaan sistem ekonomi ini berjalan cukup baik, karena berlakunya hukum
dengan tertib. Di negara maju seperti Amerika Serikat, yang dikategorikan
sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, ternyata sistem ini tidak diterapkan
seratus persen. Masih ada campur tangan pemerintah seperti perencanaan ekonomi
oleh pemerintah untuk membuat jalan, jembatan, serta taman kota yang disediakan
pemerintah. Bahkan, pemerintah memberikan pendidikan gratis sampai tingkat
sekolah menengah.
b. Model Pengembangan Wilayah
Model pengembangan wilayah negara maju bermula pada
tahun 1920, dengan tujuan mengawali pertumbuhan kawasan metropolitan dan
sebagai satu rangkaian desentralisasi yang bertujuan mengatasi masalah
kemunduran ekonomi sebagian kawasan. Tumbuhnya suatu kawasan menjadi kawasan
metropolitan mengakibatkan majunya suatu kawasan, tetapi menyebabkan wilayah lain
menjadi tertinggal.
Oleh karena itu, sejak tahun 1950, objek dan juga
strategi pembangunan di negara maju, terutama negara Kesatuan Ekonomi Eropa
telah banyak berubah. Model pembangunan wilayah seolah-olah berkaitan erat
dengan prestasi ekonomi suatu negara. Pembangunan dianggap baik ketika ekonomi
berkembang pesat, tetapi akan diragukan peranannya ketika suasana pertumbuhan
ekonomi lesu. Keraguan akan pengembangan kawasan metropolitan muncul setelah
kawasan lain menjadi tertinggal.
Sejarah pembangunan wilayah dari setiap negara
berbeda-beda tetapi sebagian besar memulainya setelah Perang Dunia II. Era
pembinaan lebih ditekankan pada pemerataan pada tingkat wilayah. Di Inggris,
keadaan sedikit berbeda. Pembangunan pelabuhan dan wilayah sudah diterapkan selepas
Perang Dunia I.
Kemunduran ekonomi pada tahun 1930 dan tingkat
kemiskinan yang begitu tinggi di kota besar merupakan hambatan bagi pelaksanaan
pengembangan wilayah. Pada zaman di antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II,
pelaksanaan pengembangan wilayah telah dimantapkan lagi. Setelah Perang Dunia
II, terutama di kawasan yang dahulu terdapat pemusatan industri berat
pemantapan menjadi kentara sekali. Masalah ini kemudian ditangani dengan
program pemindahan penduduk ke kawasan yang lebih menawarkan peluang kerja.
Cara ini tidak memberi hasil yang memuaskan. Sejak
saat itu untuk mengurangi kadar pengangguran dan untuk pemerataan, mulai
diterapkan peningkatan ekonomi di wilayah-wilayah terpencil. Nah, model
pengembangan seperti ini, sekarang mulai diterapkan di negara berkembang.
Di negara Eropa yang lain, pengembangan suatu wilayah
juga bertujuan untuk menyelamatkan kawasan tertentu, seperti kawasan kecil yang
tertinggal tidak hanya secara ekonomi tetapi juga sosial. Penggemblengan usaha
di kawasan-kawasan baru tersebut ditingkatkan agar dapat memberikan manfaat
yang paling optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimum.
Penerapan pengembangan wilayah seperti ini, telah
lebih dahulu diterapkan di negara-negara maju. Cara-cara ini, baru ditiru di
negara-negara berkembang. Nah, model pengembangan seperti ini mengacu pada
teori kutub pertumbuhan yang dikemukakan oleh Perroux. Pada perkembangannya,
cara yang ditempuh ini mengalami kendala, yaitu masalah pengangguran pada
wilayahwilayah tertentu dan kurang adanya pemerataan.
Dengan latar belakang yang demikian, negara-negara
maju mencari strategi baru untuk memecahkan masalah ini. Akhirnya,
negara-negara maju mulai membentuk lembaga untuk mengkaji dan menilai semua
perencanaan wilayah yang mengarah pada tujuan yang akan dicapai di masa datang.
Lembaga tersebut kemudian menemukan masalah yang mendasari kondisi ini, yaitu
dinamika perubahan ruang ekonomi dan ketidaksamaan dalam taraf kesejahteraan.
Kedua hal ini terutama terjadi di wilayah pinggiran.
Oleh karenaitu, kemudian diterapkan pembangunan pribumi yang didasarkan pada
potensi yang dimiliki oleh wilayah-wilayah setempat. Ini berarti,
potensi-potensi yang ada menjadi dasar prioritas pengembangan. Strategi
kewilayahan inilah yang kemudian banyak dikembangkan oleh negara-negara maju.
2. Model dan Strategi Pengembangan Wilayah di Negara Berkembanng
Menurut Estes (1998), berdasarkan
pembangunan sosial, negaranegara berkembang dibedakan menjadi dua, yaitu negara
berkembang menengah (Middle Perfoming Countries) dan negara berkembang
terbelakang (Socially Least Developing Countries).
Negara-negara
yang masuk kategori negara berkembang menengah menyebar di seluruh wilayah
geografis: Asia (36 negara), Amerika Latin (22), Afrika (10), dan Oceania (1). Sebagian
besar negara-negara ini telah memiliki apa yang disebut ”social ingredients”
yang diperlukan untuk mencapai kondisi sosial dan ekonomi maju, seperti
stabilitas politik, dinamika ekonomi, akses ke sumber daya alam (khususnya
energi), kualitas kesehatan, pendidikan, dan sistem jaminan sosial.
GNP
per kapita di negara berkembang menengah juga relatif tinggi, sekitar US$ 4,910
dengan pertumbuhan 2,3% per tahun dan laju inflasi 7% per tahun. Tingkat
pengangguran relatif rendah, sekitar 13,1% dari jumlah angkatan kerja. Namun
demikian, beberapa negara masih memiliki kondisi sosial ekonomi yang rentan,
seperti pemerintahan korup, jumlah dan pertumbuhan penduduk tinggi, tingginya
pengangguran serta meluasnya kemiskinan.
Negara
yang termasuk kategori negara berkembang terbelakang berjumlah 38. Sebagian
besar berada di Afrika (29 negara), 7 negara di Asia, 1 negara di Amerika, dan
1 negara di Pasifik Selatan. Terbelakangnya pembangunan sosial di negara ini
terlihat dari rendahnya kualitas hidup, seperti rendahnya usia harapan hidup
(51 tahun), tingginya kematian bayi (110/1.000) dan anak (177/1.000). Tingginya
kematian bayi dan anak merupakan yang tertinggi di dunia yang diakibatkan oleh
infeksi dan penyakit menular. Nah, dalam materi ini kedua Negara berkembang
tersebut akan kita samakan karena mempunyai ciri-ciri umum yang hampir sama.
a. Bidang Ekonomi
Sistem perekonomian di negara-negara berkembang masih
beragam. Negara-negara ASEAN yang kebanyakan anggotanya adalah negara
berkembang saat ini juga menjalankan perekonomiannya berdasarkan sistem ekonomi
terbuka. Bahkan, negara yang dahulu menganut ekonomi tertutup seperti Vietnam,
Laos, Kampuchea, dan Myanmar telah menjalankan ekonominya dengan sistem
terbuka.
Mengapa kondisi ekonomi negara-negara ini tidak seperti
negara-negara maju? Banyak hal yang bisa menjawabnya, tetapi hal yang paling
membedakan dalam pelaksanaan sistem ekonomi terbuka di negara maju dan negara
berkembang adalah telah adanya dukungan dari suatu sistem hukum. Di antaranya
adalah munculnya hukum persaingan usaha dan lembaga antimonopoly sebagai
pengawas pelaksana hukum persaingan tersebut di tingkat regional. Sistem ini
mendukung persaingan yang sehat dan kondusif. Negara-negara Uni Eropa dan
Amerika Serikat telah mempunyai hukum persaingan usaha dan antimonopoli. Di
negaranegara ASEAN, baru Indonesia dan Thailand yang mempunyai hukum persaingan
usaha.
Kendala pelaksanaan sistem ekonomi terbuka di Negara
berkembang adalah lemahnya penegakan hukum. Meskipun telah ada berbagai hukum
yang mengatur hal-hal tentang perekonomian, namun pelanggaran-pelanggaran masih
sering terjadi. Jenis pelanggaran ini sering dilakukan tidak hanya oleh
masyarakat umum tetapi juga pemerintah.
b. Pengembangan Wilayah
Suasana ekonomi dunia saat ini berbeda dengan beberapa
dekade yang lalu. Pada tahun 1950 yang merupakan masa prapembangunan dan
pembinaan awal selepas Perang Dunia II, kebanyakan negara mengalami pertumbuhan
yang pesat. Iklim ekonomi yang begitu baik telah membuka perdagangan
antarnegara.
Sejak itulah pengembangan wilayah di negara berkembang
dimulai. Implikasi perubahan ekonomi global terhadap negara- negara berkembang
dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: ketergantungan negara kepada pasaran dunia
dari segi komoditas utama, permintaan negara-negara industri terhadap barang
dan modal.
Pada tahun 1960-an, negara-negara berkembang memulai
perkembangannya dengan mengacu pada model pertumbuhan bertumpu pada hasil
ekspor. Sehingga wilayah-wilayah dengan kemampuan ekspor menjadi wilayah yang
maju. Pengembangan yang demikian menemui kendala ketika ekspor bahan-bahan
mentah andalan mengalami penurunan harga. Akibatnya, negaranegara berkembang
yang perekonomiannya sangat bergantung pada ekspor bahan mentah ini mengalami
kemunduran.
Banyak negara berkembang kemudian mengubah strategi
pembangunan dengan mulai mengembangkan aktivitas produksi barang-barang
sekunder dan tersier. Jika tidak mereka akan sangat terpukul bahkan bisa hancur
dengan merosotnya harga-harga komoditas meskipun dengan strategi diversifikasi
ekspor sekalipun. Sejak saat itu, sector industri di negara berkembang mulai
menggeliat.
Perkembangan industri ini lebih bisa menarik wilayah
lain untuk turut berkembang daripada bertempur dengan strategi ekspor bahan
mentah. Dalam kegiatan industri lebih banyak wilayah lain yang ikut terlibat,
misalnya wilayah sumber bahan mentah, wilayah pasar, serta lokasi industri itu
sendiri. Nah, modelmodel pengembangan yang demikian, kini mulai diterapkan di
berbagai negara berkembang.
Ya, banyak model pengembangan di negara maju, diadopsi
oleh negara berkembang, tetapi yang harus mereka sadari adalah setiap wilayah
mempunyai kondisi yang berbeda. Jadi, meskipun berkiblat dengan model
pengembangan dunia Barat, jangan lupa memerhatikan karakteristik kewilayahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah Perencanaan memiliki
pengertian yang berbeda-beda dari para ahli. Banyak dokumen perencanaan
nasional atau pernyataan dari para pemimpin politik yang memperkenalkan
pengertian mereka sendiri. Para pakar ekonomi pun belum ada kesepakatan tentang
pengertian istilah perencanaan pembangunan ekonomi tersebut. Menurut Conyers
dan Hills (1994), Perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambung yang
mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan
sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
Perencanaan Pembangunan Ekonomi
adalah suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya dalam mengendalikan
suatu perekonomian untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu dalam jangka
waktu agar mencapai tujuan-tujuan pada masa yang akan datang.
Model
pembangunan ekonomi merupakan seperangkat hubungan terorganisasi yang memerikan
berfungsinya suatu kesatuan perekonomian (rumah tangga, individu, nasional dan
internasional) dengan seperangkat asumsi-asumsi yang disederhanakan.
Pemilihan model
akan sangat tergantung kepada kematangan perekonomian yang ada, bagaimana
struktur kelembagaan ekonomi dan peranan sektor swasta vs sektor pemerintah
dalam pembangunan, ketersediaan data dan informasi, dan kendala-kendala
operatisional tertentu (misalnya kelangkaan modal, devisa, dan lain lain).
B. Saran
Dalam penyajian materi
dalam makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan
baik dari struktur penulisan maupun penyajian materinya. Karena itu, kami
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Dan untuk
itu kami ucapkan terima kasih.
You might also like:
Reaksi:
|
Perkembangan Strategi dan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia
13 Votes
A. MACAM–MACAM STRATEGI
PEMBANGUNAN INDONESIA
Salah satu konsep penting yang
perlu diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah
mengetahui tentang strategi pembangunan ekonomi. Beberapa strategi pembangunan
ekonomi yang dapat disampaikan adalah :
1. Strategi Pertumbuhan
Strategi pembangunan ekonomi
suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana
menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat
menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi
akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah (trickle –
down – effect ) pendistribusian kembali. Jika terjadi ketimpangan atau
ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi.
Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan
yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
2. Strategi Pembangunan dengan
Pemerataan
Inti dari konsep strategi ini
adalah dengan ditekankannya peningkatan pembangunan melalui teknik sosial
engineering, seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan paket
program terpadu.
3. Strategi Ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan
kedua mendorong para ahli ekonomi mencari alternatif lain sehingga pada tahun
1965 muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan. Inti dari
konsep strategi ketergantungan adalah :
- Kemiskinan di negara – negara berkembang lebih disebabkan karena adanya ketergantungan negara tersebut dari pihak atau negara lainnya.
- Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan “Teori ketergantungan tersebut memang cukup relevan, namun sayangnya telah menjadi semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk membangun masyarakat sendiri (Self Development).
4. Strategi yang Berwawasan Ruang
Strategi ini dikemukakan oleh Myrdall dan
Hirschman, yang mengemukakan sebab – sebab kurang mampunya daerah miskin
berkembang secepat daerah yang lebih kaya atau lebih maju. Menurut mereka,
kurang mampunya daerah miskin berkembang secepat daerah maju dikarenakan
kemampuan atau pengaruh pendistribusian dari kaya ke miskin (Spread Effects)
lebih kecil daripada terjadinya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah
kaya (Back-wash-effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah,
bahwa Myrdall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan
tercapai. Sedangkan Hirschman, mempercayai pandangan tersebut walaupun baru
akan tercapai dalam jangka panjang.
5. Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi
kemiskinan secara massal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi
Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan
pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat
kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya
usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan kebutuhan
pokok dan sejenisnya.
B. Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Strategi Pembangunan
Dalam melakukan pembangunan suatu negara atau
bangsa diperlukan strategi yang bagus untuk mencapai hasil yang memuaskan.
Tetapi di dalam strategi itu pasti ada faktor – faktor yang memperngaruhinya.
Faktor – faktor tersebut adalah :
- Sumber Daya Alam ( SDA ), adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, jika SDA mencukupi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan .
- Sumber Daya Manusia ( SDM ), merupakan salah satu faktor berikutnya yang sangat penting untuk pembangunan ekonomi, jika semakin baik SDM, maka akan semakin cepat jalannya suatu pembangunan.
- Tenaga Ahli, disini tenaga ahli bisa di samakan dengan SDM, tetapi tenaga ahli adalah SDM yang dilatih dan di didik sehingga lebih mempunyai skill dan keterampilan.
- Teknologi, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan, karena penggunaan teknologi yang semakin canggih akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan suatu bangsa atau negara.
C. STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
1. Mengembangkan koridor pembangunan ekonomi
Indonesia dengan cara membangun pusat-pusat perekonomian di setiap pulau.
Selain mengembangkan klaster industri berbasis sumber-sumber superior. Baik
komoditas maupun sektor. Koridor pembangunan ekonomi Indonesia terbagi dalam
empat tahap :
- Mengindentifikasikan pusat-pusat perekonomian, misalnya ibukota provinsi.
- Menentukan kebutuhan pengubung antara pusat ekonomi tersebut, seperti trafik barang.
- Validasi untuk memastikan sejalan dengan pembangunan nasional, yakni pengaturan area tempat tinggal dengan sistem infrastruktur serta fasilitas.
- Menentukan hubungan lokasi sektor fokus, guna menunjang fasilitas. Misalnya menghubungkan area pertambangan dengan kawasan pemrosesnya.
2. Memperkuat hubungan nasional baik secara lokal
maupun internasional. Hal ini bisa mengurangi biaya transaksi, menciptakan
sinergi antara pusat-pusat pertumbuhan dan menyadari perlunya akses-akses ke
sejumlah layanan. Seperti intra dan inter-konektivitas antara pusat pertumbuhan
serta pintu perdagangan dan pariwisata internasional. Integrasi ekonomi
merupakan hal terbaik untuk mencapai keuntungan langsung dari konsentrasi
produksi. Serta dalam jangka panjang, meningkatkan standar kehidupan. Saat ini,
aktivitas ekonomi Indonesia terpusat di kota-kota, khususnya Jawa dan Sumatra.
Fasilitas transportasi yang bisa menyebabkan area industri tak menjangkau
pelosok. Pada jangka pendek, proyek-proyek yang perlu dibangun di Jawa adalah
TransJawa, TransJabodetabek, kereta jalur dua, Tanjung Priok. Pembangunan
tersebut diharapkan bisa berdampak langsung mengurangi kemiskinan di Jawa yang
melebihi 20 juta jiwa, dua kali populasi miskin Sumatra yang sekitar tujuh juta
jiwa. Pembangunan infrastruktur di Jawa bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3. Mempercepat kapabilitas
teknologi dan ilmu pengetahuan nasional atau Iptek. Selain tiga strategi utama
ini, juga ada beberapa strategi pendukung seperti kebijakan investasi,
perdagangan dan finansial. Beberapa elemen utama di sektor Iptek adalah
meningkatkan kualitas pendidikan termasuk pendidikan kejuruan tinggi serta
pelatihannya. Meningkatkan level kompetensi teknologi dan sumber daya ahli.
Peningkatan aktivitas riset dan pengembangan, baik pemerintah maupun swasta,
dengan memberikan insentif serta menaikkan anggaran. Kemudian mengembangkan
sistem inovasi nasional, termasuk pembiayaannya. Saat ini, masalah utama yang
dihadapi adalah kemampuan riset dan pengembangan yang digunakan untuk mencari
solusi teknologi. Kemampuan pengguna untuk menyerap teknologi yang ada. Serta
transaksi antara riset dan pengembangan sebagai pemasok solusi teknologi dengan
penggunanya tak terbangun dengan baik.
D. PERENCANAAN PEMBANGUNAN
1. Manfaat Perencanaan
Pembangunan
Fungsi atau manfaat perencanaan
yaitu, sebagai penuntun arah, minimalisasi ketidakpastian, minimalisasi
inefisiensi sumber daya, dan penetapan standar dalam pengawasan kualitas.
Adapun syarat perencanaan harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan:
- Tujuan akhir yang dikehendaki.
- Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif).
- Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut.
- Masalah-masalah yang dihadapi.
- Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya.
- Kebijakan – kebijakan untuk melaksanakannya.
- Individu, organisasi, atau badan pelaksananya.
- Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.
2. Periode Perencanaan Pembangunan
Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan
nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis
besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni :
- Dokumen Perencanaan Periode 1958-1967
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde
Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga
ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960
tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan
Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963
tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan
Pembangunan.
- Dokumen Perencanaan Periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional
periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan
hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk
Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat
sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat
didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan
masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara
aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada
perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan
tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan
kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya.
Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi
masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.
- Dokumen Perencanaan Periode 1998-2000
Pada periode ini yang melahirkan perubahan
dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan
momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak
ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan
dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan
Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan
efektif lagi dalam konteks reformasi.
- Dokumen Perencanaan Periode 2000-2004
Pada sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan
Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun
1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini
MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk
Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan
(Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi ketetapan tersebut, Presiden dan
DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi acuan bagi penyusunan rencana
pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai bagian
Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda menjadi acuan bagi penyusunan
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
PERENCANAAN EKONOMI KE PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Alasan-alasan Terjadinya Perubahan
Dari Perencanaan Ekonomi Ke Perencanaan Pembangunan
Semenjak negara Republik Indonesia dibentuk dan merdeka
serta mendapat pengakuan internasional, maka upaya untuk mensejahterakan rakyat
Indonesia itu pemerintah melakukan upaya-upaya pembangunan dengan titik berat
(fokusnya) pada pembangunan ekonomi. Perekonomian yang maju dianggap sebagai
tolak ukur untuk kemajuan suatu bangsa/negara. Hal ini dipengaruhi juga dengan
keadaan masyarakat internasional, terutama negara-negara yang baru merdeka
(sedang berkembang) sama-sama mengadakan pembangunan ekonomi.
Michael P. Todaro dalam buku Pembangunan Ekonomi Di Dunia
Ketiga menyatakan bahwa : “Perencanaan ekonomi bisa diartikan dengan suatu
usaha pemerintah yang sungguh-sungguh untuk mengkoordinasikan semua keputusan
ekonomi dalam jangka panjang dan untuk mempengaruhi secara langsung dan dalam
beberapa hal, bahkan mengendalikan tingkat dan pertumbuhan variabel ekonomi
yang penting dari suatu negara (penghasilan, konsumsi, lapangan kerja,
investasi, tabungan eksport, import dan lain-lain) dalam rangka usaha untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan”. (1983 : 165).
Pada pelaksanaannya pembangunan yang menitikberatkan bidang
ekonomi belum berhasil memajukan perkembangan masyarakat mencapai
kesejahteraan. Hal ini disebabkan pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh banyak
variabel. Diantaranya variabel ‘endogen’ yang artinya mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Misalnya kurs nilai mata uang,
kondisi politik, keamanan, industri dan sebagainya. Sedangkan variabel
‘eksogen’ yang artinya mempengaruhi variabel endogen, misalnya kestabilan
politik, kestabilan nilai tukar mata uang, industri-industri produksinya
stabil,import dan eksport berjalan dengan lancar, keamanan mantap dan
sebagainya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kemauan dan kestabilan politik
serta kemauan untuk berkorban. Variabel yang dapat dipakai oleh perencana dan
pengambil keputusan disebut ‘policy instrument’ atau ‘ policy
variabels’.
Pada pengalaman upaya pembangunan ekonomi di negara-negara
yang sedang berkembang yang banyak mengalami kegagalan dikarenakan menemui
hambatan-hambatan berikut :
A) Adanya ciri-ciri negara yang terbelakang, sepereti telah
diuraikan dimuka.
B) Lingkaran setan kemiskinan. Menurut R. Nurkse bahwa
lingkaran setan pada pokoknya berasal dari fakta behwa produktivitas total di
negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang
tidak sempurna, dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran tersebut dapat
dijelaskan pada gambar berikut : Produktivitas rendah ►Pendapatan rendah ►
Permintaan rendah ► Tabungan rendah ► Investasi rendah ► Kurang modal ►
Produktivitas rendah.
C) Tingkat pembentukan modal yang rendah
D) Hanbatan sosio-budaya, yaitu kebanyakan negara-negara
berkembang memiliki lembaga sosial dan sikp hidup yang tidak menunjang
pembangunan ekonomi.
E) Effek dari globalisasi menjadikan komunikasi antar
masyarakat maju dengan masyarakat berkembang semakin mudah tetapi menimbulkan
hasrat dari masyarakat negara berkembang ingin meniru pola konsumsi negara maju
disebut demonstration effect.
F) Dampak kekuatan internasional. Myint, Prebish, Singer,
Lewis & Myrdall telah mengembangkan teori tentang penghisapan negara-negara
terbelakang secara internasional. Bahwa : “di dalam perekonomian dunia telah
bermain kekuatan-kekuatan yang tidak seimbang; akibatnya keuntungan perdagangan
lebih banyak mengalir ke negara-negara maju”.
B.
Proses Prencanaan Pembangunan
Dalam perbedaan yang besar mengenai
rencana-rencana pembangunan dan teknik-teknik perencanaan, ada beberapa
karakteristik dasar tentang perencanaan ‘yang komprehensif’ yang sudah umum
bagi negara-negara sedang berkembang, seperti dikemukakan oleh T. Killick yang
dikutip Michael P. Todaro dalam buku Pembangunan Ekonomi Di Dunia
Ketiga, yang telah membuat daftar enam karakteristik, sebagai berikut :
1. Dimulai dari pandangan dan tujuan
politik pemerintah, perencanaan itu berusaha menetapkan tujuan kebijaksanaan,
terutama sekali menyangkut pembangunan ekonomi masa depan.
2. Suatu rencana pembangunan menyusun stretegi
yang ditujukan untuk mencapai saran-saran tersebut, yang biasanya dimasukkan
dalam target spesifik.
3. Rencana itu berusaha menciptakan koordinasi
secara terpusat, pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
prinsip-prinsip dalam negeri yang konsisten, memilih tindakan-tindakan yang
optimal mengenai implementasi strategi dan mencapai target, dan dimaksudkan
untuk bisa dipergunakan sebagai kerangka kerja dalam mengarahkan
keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan selanjutnya dari hari ke hari.
4. Perencanaan itu mencakup seluruh
perekonomian (dan karena itu perencanaan itu adalah ‘komprehensif’,
bertentangan dengan perencanaan ‘kolonial’ atau ‘sektor pemerintah’).
5. Untuk mengusahakan secara optimal
dan konsisten, rencana komprehensif itu harus lebih banyak menggunakan model
ekonomi makro yang diformulasi, dan akan dipergunakan untuk proyeksi
pelaksanaan ekonomi yang direncanakan untuk masa yang akan datang.
6. Suatu rencana pembangunan biasanya
meliputi jangka waktu, katakanlah 5 tahun, dan secara fisik dinyatakan sebagai dokumen
rencana jangka menengah (medium term plan document), yang mungkin
saja berhubungan dengan perspektif rencana jangka panjang dan dilengkapi dengan
rencana tahunan.
Secara umum perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional adalah sebagai berikut :
(1)
Perencanaan Pembangunan Jangka
Panjang; ► Dapat dilihat pada : Kebijakan dalam GBHN
(2)
Perencanaan Pembangunan Jangka
Menengah; ► Dapat dilihat pada : Kebijakan dan Program dalam REPELITA
(3)
Perencanaan Pembangunan Jangka
Pendek; ► Dapat dilihat pada : Program dalam Perencanaan Operasional Tahunan (
POT ). Contoh dalam Pidsato Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN.
Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagai salah satu sistem dapat digambarkan sebagai berikut :
A. Jangka Panjang ► GBHN ► Pola Umum Pembangunan Nasional (
PUPN ) yang berisikan :
v Pola
Pembangunan Nasional ( PDPN )
v Pola
Dasar Pembangunan Jangka Panjang (PDPJP)
v Pola
Dasar Pembangunan Jangka Menengah (PDPJM)
B.
Jangka Menengah ► REPELITA, yang berisikan :
- Strategi Dasar Pembangunan
- Kerangka Rencana atau Kerangka Makro
- Rencana Daerah-daerah (Regional)
C. Jangka Pendek ► Perencanaan Operasional Tahunan (POT) ►
APBN, yang berisikan :
1. Rencana Sektor; Sub Sektor; Program; dan Proyek ( DIP ►
PO)
- Paket Kebijaksanaan
- Perencanaan Pembangunan Di Tingkat Daerah, yaitu Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota ► REPELITA DAERAH ► APBD
- Perencanaan Pembangunan Tingkat Desa ► Kepala Desa + BPD
Perencanaan Pembangunan Nasional
(RENBANGNAS) adalah pembangunan manusia seutuhnya. Dilaksanakan secara
berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berkelanjutan yang
intinya dapat mensejahterakan kemampuan diberbagai aspek kehidupan dan
penghidupan berbangsa dan bernegara dengan negara lainnya, terutama dengan
negara maju.
Michael P. Todaro dalam buku Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, menyatakan
bahwa : “ ... proses perencanaan itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu
latihan bagi pemerintah, pertama untuk memilih tujuan-tujuan sosial, kemudian
menyusun berbagai target, dan akhirnya mengorganisir suatu kerangka kerja untuk
diimplementasi, dikoordinasi dan memonitor rencana pembangunan tersebut” (1983
: 165).
Dalam proses perencanaan pembangunan
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
a. Penyusunan rencana harus terdapat
unsur :
i.
Tinjauan keadaan
ii.
Perkiraan keadaan (forcasting)
iii.
Penetapan tujuan rencana (plan
objectivies)
iv.
Identifikasi kebijakan/kegiatan
usaha
v.
Persetujuan penyususn rencana
b) Penyusunan program, dalam hal ini
penyusunannya lebih terperinci mengenai tujuan dan sasaran dalam jangka waktu
tertentu, yaitu jadwal kegiatan, pembiayaan dan menetapkan lembaga/instansi
yang akan melakukan program-program pembangunan (proyek). Dengan demikian
rencana mempunyai kedudukan yang legal dalam pelaksanaannya.
c) Pelaksanaan rencana perlu diikuti
implikasi pelksanaannya dan secara terus menerus memerlukan penyesuaian-penyesuaian.
d) Dalam pengawasan atau pelaksanaan
rencana :
v Mengusahakan
agar pelaksanaannya sesuai dengan rancangan
v Kalau
ada penyimpangan, seberapa jauh dan apa penyebabnya.
v Tindakan
korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan.
e)
Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus yang fungsinya untuk membantu proses
perencanaan pembangunan agar kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangannya
dapat diidentifikasi yang akhirnya untuk perbaikan rencana atau program.
Dalam hal perencanaan regional
(daerah), untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan regional (daerah),
dibutuhkan monografi, potensi dan masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan
perencanaan regional
Di Indonesia pembangunan regional
diatur dalam UU N0. 32 Tahun 2004 (sebagai revisi UU N0. 22 Tahun 1999) dalam
Bab VII Pasal 150 sampai dengan pasal 154 tentang Perencanaan Pembanguan
Daerah. Pada pasal 150 ayat 3 disebutkan bahwa Perencanaan Pembangunan Daerah
disusun secara berjangka, meliputi :
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah disingkat dengan RPJP Daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun
yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPIP
Nasional;
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah yang selanjutnya disebut RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima ) tahun,
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang
penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah memperhatikan RPJM Nasional;
c. RPJM Daerah tersebut di atas memuat
arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan ekonomi,
dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat
daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif;
d. Rencana Kerja Pembangunan Daerah,
selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerja ekonomi daerah, prioritas
pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah;
e. RPJP Daerah dan RPJMD ditetapkan
dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pasal 151 UU No. 32
Tahun 2004 menyatakan bahwa :
(1) Satuan kerja perangkat daerah
menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang memuat
visi, misi tujuan strategi, kebijakan, pedoman, dan kegiatan pembangunan sesuai
dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat Indikatif.
(2) Renstra SKPD tersebut di atas
dirumuskan dalam bentuk rencana kerja, satuan kerja, perangkat kerja daerah
yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Pentingnya perencanaan regional
sebagaimana kita lihat bahwa adanya perkembangan yang tidak merata antara
daerah-daerah ini dapat menimbulkan apa yang disebut “back wash effect”,
artinya kenaikan tenaga kerja dan modal tidak merata. Dalam hal ini daerah
menjadi mundur. Maka sebaliknya harus dilaksanakan “speed effect”,
artinya dapat menaikkan dan perluasan kegiatan, dalam hal ini “pemerataan
pembangunan”.
C. Unsur-unsur Pokok Dalam
Perencanaan Pembangunan
Perencanaan Pembangunan dilaksanakan
dengan :
(1)
Berencana, artinya dari, oleh, dan untuk
rakyat
(2)
Menyeluruh, artinya meliputi aspek keidupan dan
penghidupan berbangsa dan bernegara (EPOLEKSOSBUD-HANKAM)
(3)
Terpadu, artinya dilaksanakan oleh
pemerintah bersama-sama dengan rakyat
(4)
Terarah, artinya mempunyai arah yang jelas,
dalam hal ini bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
(5)
Berlanjut, artinya terus menerus meningkatkan
kesejahteraan dan keamanan rakyat.
Sedangkan dalam perencanaan pembangunan
harus terdapat :
(1)
Tinjauan keadaan, dalam hal ini
sebelummemulai suatu perencanaan atau rencana (review before take off)
atau suatu tinjauan tentang pelaksanaan rencana sebelumnya (review of
ferformance). Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi masalahnya,
hambatan-hambatan dan potensi-potensi yang dapat dikembangkan.
(2)
Perkiraan keadaan (forcasting)
dengan menggunakan statistik, teknik proyeksi, dan hasil-hasil penelitian.
(3)
Penetapan tujuan rencana (plan
objectivies). Misalnya nilai-nilai politik, sosial masyarakat dan secara
teknis berdasarkan tinjauan keadaan dan perkiraan yang akan dilalui perencanaan
atau rencana.
(4)
Identifikasi kebijakan/kegiatan
usaha yang perlu dilakukan dalam perencanaan dan atau rencana dilakukan dalam
adan atau rencana. Dengan demikian dilakukan secara sektoral dalam penentuan
sasarannya.
(5)
Persetujuan penyususn rencana, dalam
hal ini proses pengambilan keputusan dan diusahakan penyerahan dengan rencana
pembiayaan dari program-program yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya unsur-unsur pokok dalam
perencanaan pembangunan meliputi :
1.
Kebijakan dasar atau strategi dasar
rencana pembangunan, hal ini sebagai dasar dari seluruh rencana yang kemudian
dituangkan dalam unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan dan dirumuskan dalam
tujuan rencana, yaitu :
a.
Perumusan tujuan perencanaan
pembangunan yang merupakan komponen peretama dalam suatu rencana pembangunan.
b.
Penetapan tujuan perencanaan
pembangunan yang merupakan pilihan-pilihan atas dasar kondisi serta nilai-nilai
yang ada pada masyarakat. Misalnya politik, sosial, ekonomi, dan hankamrata.
c.
Rencana strategis (Renstra) dan
Telaah strategis (Telstra)
2.
Adanya kerangka rencana/kerangka
makro rencana yang dihubungkan dengan berbagai variabel-variabel pembangunan
ekonomi.
3.
Sumber-sumber pembangunan (sumber
daya manusia, sumber daya material, sumber daya dana dan sumber daya lainnya
yang mendukung rencana pembangunan).
4.
Kebijakan yang konsisten dan
konsekuen, dalam hal ini termasuk peraturan-peraturan dan unsur-unsur manajemen
dan fungsi-fungsinya.
5.
Program investasi yang dilaksanakan
secara sektoral (pertanian, pertambangan, industri, dan perumahan). Dalam
penyususnannya harus diperhatikan :
a.
Adanya konsistensi yang saling
mendukung antara program dan proyek-proyek.
b.
Penetapan skala prioritas yang
mantap.
c.
Ditekankan pada proses pertumbuhan
administrasi pembangunan dan administrasi negara yang mendukung perencanaan dan
pelaksanaannya. Dalam hal ini termasuk mekanisme dan kelembagaan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan (planning machinery), sehingga terwujudnya
perencanaan yang matang, pelaksanaan yang mantap dan pengawasan yang ketat.
Di dalam perencanaan operasional
pembangunan harus memperhatikan :
1. Unsur-unsurnya meliputi :
a)
Kegiatan=kegiatan apa yang perlu
dilaksanakan.
b) Siapa yang melakukannya (Hubungan Kerja, Kerjasama dan
Koordinasi).
c) Bentuk/hasil yang diinginkan
d)
Jadwal pelaksanaannya.
2. Kegiatan-kegiatan rencana operasional tahunan :
a) Review (tinjauan pelaksanaannya)
b) Forcant (dapat memperkirakan tentang perkembangan keadaan)
c)
Resources assesment (dapat memperkirakan sumber-sumber
pembangunan)
d) Penetapan
kebijakan pembangunan
e) Penyusunan
program investasi sektoral (SDM, Fisik, dan pembiayaan)
f)
Implementasi program-program proyek.
g) Feedback (monitoring dan evaluasi pelaksanaan.
Semua
hal tersebut diatas harus jelas siapa yang melakukannya, hubungannya,
kerjasamanya dan koordinasi serta mekanismenya.
TAHAPAN PEMBANGUNAN MENURUT KONSEP ORGANSKY DAN ROSTOW ( Studi Tentang Kebijakan Pembangunan di Era Orde Baru)
Pendahuluan
Tak dapat disangkal lagi bahwa selama rezim
Soeharto berkuasa, pelaksanaan demokrasi dapat dikatakan kurang berjalan secara
maksimal. Kalaupun ada demokrasi hanya dilakukan sebatas prosedural dan
formalitas belaka, bukan dalam arti demokrasi yang sebenarnya. Dengan jargon
politik no, ekonomi yes, maka tak mengherankan jika rezim Soeharto ( red- Orde
Baru ) lebih menekankan kepada pembangunan ekonomi. Mengapa demikian, karena
kekeliruan di masa Orde Lama di bawah rezim Soekarno, yang mengabaikan
pembangunan ekonomi akhirnya membuat Indonesia semakin terpuruk, dan klimaksnya
terjadi inflasi mencapai 600 %, stabilitas politik dan keamananpun terganggu.
Bak sebagai pahlawan, Soeharto tampil menggantikan Soekarno untuk menyelamatkan
Indonesia dari keterpurukan yang mulitidimensional. Dengan didukung militer,
Soeharto kemudian mengambil langkah-langkah strategis, terutama melakukan
recoveri ekonomi dalam waktu secepat mungkin.
Tampilnya Soeharto dengan rezim Orde Barunya,
sudah barang tentu memberikan warna politik tersendiri dalam perspektif
pembangunan politik di Indonesia yang lebih menekankan kepada sektor
pembangunan ekonomi. Jika pada masa Orde Lama , pembangunan politik seakan-akan
menjadi panglima, namun di masa Orde Baru justru sebaliknya, pembangunan
ekonomi yang menjadi panglimanya. Dengan konsep pembangunan ekonomi yang
terencana yang diformulasikan ke dalam konsep Pembangunan Lima Tahun (PELITA),
maka Orde Baru mulai bangkit dalam menata perekonomian nasional saat itu.
Akibat dari pilihan ini, perubahan sosial mengalami
stagnasi karena rakyat Indonesia dipaksa berada dibawah kungkungan politik yang
diterapkan. Seluruh energi, dan pikiran bangsa dieksploitasi untuk mensukseskan
program ekonomi yang telah dicanangkan. Sementara bagi kekuatan-kekuatan lawan
politik yang berusaha menghadang, menghambat dan menggagalkan rencana tersebut,
akan dilibas habis oleh kekuatan militer yang senantiasa loyal kepada Soeharto.
Karena itu stabilitas politik sebagai prasyarat utama dalam mendungkung program
ekonomi, mutlak diperlukan.
Pokok Permasalahan
Pokok Permasalahan
Pembangunan nasional di masa Orde Baru telah di
rencanakan meliputi pembangunan jangka panjang, menengah dan pendek.
Pembangunan jangka panjang tahap I (PJPT I) berlangsung selama 25 tahun. PJPT I
terdiri atas lima tahapan jangka menengah. Setiap tahapan jangka menengah
waktunya lima tahun yang dikenal dengan nama pembangunan lima tahun (pelita).
Setiap pelita di bagi menjadi lima tahapan jangka pendek, yaitu satu tahunan
yang di kenal sebagai pelita tahun pertama, dan seterusnya sampai pelita tahun
ke lima.
Dalam membahas makalah ini, akan diangkat pokok
permasalahan yaitu sudah berada ditahapan mana Indonesia dalam menjalankan
pembangunannya kkhususnya selama Orde Baru, jika dikaitkan dengan teori Rostow
dan Organsky?
Kerangka Pemikiran
Untuk membahas permasalahan tersebut di atas,
akan digunakan beberapa teori, sehingga dengan landasan teori tersebut dapat
terlihat bagaimana strategi dan tahapan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan
selama Orde baru berkuasa.
Pembangunan Ekonomi pada umumnya sering
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita
penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.1
Dari definisi ini dapat dilihat bahwa pembangunan
ekonomi mempunyai 3 (tiga) sifat penting yaitu : suatu proses yang berarti
merupakan perubahan yang terjadi terus menerus, upaya menaikkan tingkat
pendapatan per kapita, dan kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus
berlangsung dalam jangka panjang.
Bangsa-bangsa di negeri-negeri yang sudah maju
tumbuh dan berkembang melalui tahapan yang cukup sistematis, baik di bidang
ekonomi maupun di bidang politik. Pada umumnya suatu bangsa tumbuh melalui
tahap-tahap perkembangan politik.
Menurut Samuel P Huntington: ‘Tujuan dari
pembangunan politik adalah untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi; melembaganya
pemerataan bagi warga; terbangunnya iklim yang demokratis; terciptanya
stabilitas dan otonomi nasional.2
Kerangka Teori Pembangunan menurut W.W. Rostow
Salah satu teori yang sangat populer mengenai
tahapan-tahapan pembangunan Ekonomi, adalah terori yang dikemukakan oleh W.W.
Rostow. Menurut Rostow dalam bukunya ” The State of Economic Growth ” A
Non-Communist Manifesto bahwa pembangunan ekonomi merupakan proses yang
bergerak dalam sebuah garis lurus/linear dari masyarakat terbelakang ke
masyarakat niaga. Selanjutnya ia mengklasifikasikan perkembangan ekonomi
menjadi lima tahapan perlembagaan/perubahan masyarakat yaitu : 3
1. Masyarakat Traditional
Dalam Tahapan ini digambarkan bahwa masyarakat
tradisional merupakan tahapan dimana tingkat perekonomian berada pada titik
rendah. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya output per capita dan berada
dalam kondisi stagnan (tidak mengalami peningkatan yang mencolok) untuk jangka
waktu yang panjang. Lambatnya perkembangan ekonomi pada tahap ini dikarenakan
tidak adanya budaya produktivitas atau secara nyata belum ada tradisi untuk
melakukan aktivitas ekonomi. Keadaan ini terjadi pada setiap masyrakat manapun
sebagai statu awal dari sejarah manusia. Karakteristik masyarakat taradisional
juga ditandai dengan masih dikuasi oleh adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap
kekuatan supranatural. Masyarakat tunduk kepada kekuatan alam, mereka belum
mampu menguasai alam. Akibatnya produksi masih sangat terbatas, dan
kehidupannya statis.
2. Prakondisi Lepas Landas
2. Prakondisi Lepas Landas
Prakondisi untuk lepas landas (precondition for
take-off) dimulai ketika era masyarakat tradisional telah berakhir. Kondisi ini
berubah karena masyarakat tradisional mendapat pengaruh dari luar dari
masyarakat yang sudah lebih maju. Hal ini bisa kita lihat misalnya seperti yang
terjadi di Jepang, dengan dibukanya masyarakat ini oleh armada Angkatan Laut
Amerika Serikat.
Bahkan di Eropa masa ini ditandai dengan berkahirnya feodalisme, tumbuhnya kelompok borjuis di kota-kota perdagangan, kebebasan beragama yang ditunjukkan dalam berbagai agama protestan, serta kemajuan ilmu pengetahuan. Menurut Rostow, persiapan untuk industrialisasi yang berkelanjutan antara lain membutuhkan perubahan radikal pada tiga sector non industri. Pada tahapan ini, usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat sudah mulai terjadi. Tabungan masyarakat ini mulai dipakai untuk melakukan inverstasi pada sektor-sektor produktif yang lebih menguntungkan, termasuk misalnya pendidikan.
Bahkan di Eropa masa ini ditandai dengan berkahirnya feodalisme, tumbuhnya kelompok borjuis di kota-kota perdagangan, kebebasan beragama yang ditunjukkan dalam berbagai agama protestan, serta kemajuan ilmu pengetahuan. Menurut Rostow, persiapan untuk industrialisasi yang berkelanjutan antara lain membutuhkan perubahan radikal pada tiga sector non industri. Pada tahapan ini, usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat sudah mulai terjadi. Tabungan masyarakat ini mulai dipakai untuk melakukan inverstasi pada sektor-sektor produktif yang lebih menguntungkan, termasuk misalnya pendidikan.
3. Lepas Landas
Tahap lepas landas (take-off) merupakan era di
mana resistensi ekonomi dan kemantapan telah tumbuh secara normal. Struktur
ekonomi menguat bersamaan dengan investasi yang gencar oleh pemerintah maupun
masyarakat secara mandiri. Pada tapan inilah muncul kelas baru dari kelas menengah
yang disebut entrepreneur yang mandiri. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi
dalam
tahap lepas landas :
1. Harus ada kenaikan tingkat investasi yang
produktif dari 5 persen atau kurang menjadi 10 persen atau lebih dari
pendapatan nasional (net national product).
2. Munculnya satu atau lebih cabang industri yang kuat dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.
3. Tatanan politik, social dan kelembagaan telah berkembang dengan baik sehingga mampu mendorong perluasan ekonomi modern dan efek-efek ekonomi eksternal yang berpotensial dari kegiatan lepas landas menuju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
2. Munculnya satu atau lebih cabang industri yang kuat dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.
3. Tatanan politik, social dan kelembagaan telah berkembang dengan baik sehingga mampu mendorong perluasan ekonomi modern dan efek-efek ekonomi eksternal yang berpotensial dari kegiatan lepas landas menuju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
4. Tahap Kematangan
Tahapan selanjutnya setelah lepas landas adalah
tahap kematangan (the drive to maturity). Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
per cápita sudah teratur. Teknologi modern sudah teraplikasi pada hampir
seluruh sumber daya wilayah. Investasi berlanjut dengan baik di atas 10 persen
dari pendapatan nasional. Cara hidup berubah pada sebagian besar orang selama
era kematangan. Populasi lebih cenderung kepada perkotaan daripada pedesaan.
Proporsi pekerja semi-skilled dan white collar meningkat. Kekuatan proletariat
baru kota bertangan lembut muncul sehingga negara menyediakan jaminan social
dan ekonomi.
5. Tahap Konsumsi tingkat tinggi
Dalam skema Rostov tingkatan tertinggi adalah era
konsumsi massa yang tinggi ( the age of high mass consumption). Yang pertama
sekali mencapai tingkat ini adalah Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Di
Inggris tahap ini dimulai pada 1930-an, tetapi disela oleh Perang Dunia II.
Pada Negara-negara Eropa Barat continental baru dimulai pada 1950-an. Pada
setiap kasus tahap ini ditandai oleh pergerakan ke daerah pinggiran kota,
munculnya mobil, dan penggunaan barang-barang dan peralatan konsumsi yang tahan
lama dalam jumlah tak terhitung.
Tahapan Perkembangan Politik Organski
Dalam The Stages of Political Development,
Organski mengemukakan empat tahapan pembangunan politik,4 secara singkat dapat
disimpulkan antara lain:
1. Tahap Unifikasi Primitif (Political of Primitive
Unification)
Pada tahap ini pemerintahan di negara-negara
masih berkosentrasi pada fokus menyatukan suku-suku bangsa yang berserakan
secara nasional, baik akibat kolonialisme maupun pasca imperialisme dan
kolonialisme. Demokrasi dan pemerintahan belum efisien dan ancaman separatisme
masih kuat.
2. Tahap Politik Industrialisasi (Politics of Industrialization)
2. Tahap Politik Industrialisasi (Politics of Industrialization)
Pada tahap ini pemerintahan berfungsi untuk
mendorong tumbuhnya industri dan modernisasi ekonomi yang dilakukan salah satu
dari tiga tipe ideologis di dalam negara: borjuis, stalinis, dan fasis. Di sini
mulai terjadi peralihan kekuasan dari elite tradisional ke manajer industri,
pemupukan modal untuk industri, dan migrasi penduduk dari desa (pinggiran) ke
perkotaan.
3. Tahap Politik Kesejahteraan (National Social
Welfare)
Pada tahap ini industrialisasi bergerak secara
nasional dan fungsi pemerintah adalah melindungi industri, menciptakan iklim
usaha dan menyejahterahkan rakyat berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang berhasil
dipacu.
4. Tahap Politik Kemakmuran (Politics of
Abundance)
Pada tahap ini negara telah bergerak ke arah
otomatisasi, dimana industri berjalan karena penggunaan teknologi canggih yang
dapat menggantikan tenaga manusia. Negara kembali dituntut untuk melindungi
rakyatnya dari ketergantungan dan kemungkinan besar terjadinya ledakan
pengangguran, meski pun kemampuan negara sangat besar. Tidak ada negara yang
benar-benar berada pada tahap ini, kecuali AS dan beberapa negara Eropa Barat
yang berada pada pintu gerbang tahap Kemakmuran ini.
Pembahasan
Pembangunan pada awalnya sering diartikan sebagai
pertumbuhan ekonomi. Sudah menjadi kelaziman bahwa pembangunan dikatakan
berhasil bila pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat cukup tinggi. Dalam konteks
ini, maka yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara
itu meningkat atau tidak dalam setiap tahunnya. Dalam bahasa eknominya
produktivitas itu diukur oleh Produk Nasional Bruto (PNB) dan Produk Domestik
Bruto (PDB).
Kedua variabel ini, selanjutnya dapat kita pakai
untuk membandingkan keberhasilan pembangunan sebuah negara dengan negara
lainnya. Sebuah negara yang mempunyai PNB/kapita/tahun sama dengan US $750
sudah barang tentu dianggap lebih berhasil pembangunannya daripada negara lain
yang PNB/kapita/tahunnya adalah US $500. 5
Pembangunan ekonomi dan politik merupakan
rangkaian pembangunan yang harus berjalan secara simultan dan gradual tidak
bisa dipisahkan satu sama lainnya. Mengapa? Karena suatu negara di manapun di
dunia ini tidak bisa serta merta memfokuskan kepada satu sektor saja dalam
proses pembangunannya. Dan pembangunan sektor ekonomi juga berkaitan erat
dengan pembangunan sektor lainnya seperti, politik, hukum, sosial budaya dan
ain-lain.
Pada dasarnya konsep pembangunan yang digambarkan
oleh Rostow dan Organksi terkait dengan perkembangan masyarakat (negara), jika
dibanding-bandingkan sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya
adalah baik Rostow maupun Organski mengatakan bahwa pertumbuhan dari tahap
pertama hingga tahap terakhir, akan berjalan secara linier. Artinya, proses
tahapan perkembangan akan berjalan secara tahap demi tahap dan berurutan serta
tidak meloncat-loncat. Sebuah negara yang sedang menjalankan tahap
pemabngunannya, sudah barang tentu tidak akan melalui tahap ketiga sebelum ia
berada ditahap yang kedua. Dan begitu seterusnya.
Karena dalam membuat klasifikasi tahapan
perkembangan menggunakan pendekatan yang berbeda (Rostow menggunakan pendekatan
ekonomi dan Organski menggunakan pendekatan politik) maka kerangka bangunan
tahapannya juga memiliki perbedaan. Walaupun sebetulnya jika dikaji secara
lebih mendalam agak mirip-mirip, artinya beda-beda tipis. Perbedaan kedua
terletak pada pembagian tahapan perkembangannya. Jika Rostow membagi tahapan
perkembangan ekonominya menjadi lima tahap, maka Organski hanya membagi tahapan
perkembangan politiknnya menjadi empat tahap. Selanjutnya Organski merangkum
tahapan yang disebut oleh Rostow sebagai tahapan pra-tinggal landas dan tinggal
landas sebagai tahapan industrialisasi. Massa kedewasaan yang dimaksudkan
Rostow diklasifikasikan sebagai tahap kesejahteraan oleh Organsky. Sementara
masa konsumsi tingkat tinggi dimasukkan oleh Organski sebagai tahap
otomatisasi.
Sedangkan perbedaan yang sangat mencolok
berikutnya adalah jika Rostow dengan pendekatan ekonomi mengatakan bahwa
perkembangan yang ia klasifikasikan bisa berjalan dengan baik dengan syarat
adanya ketersediaan modal. Bagi Rostow modal menjadi faktor signifikan untuk
menggerakkan sektor ekonomi bagi semua negara. Sementara Organski lebih
memfokuskan pada kestabilan politik sebagai syarat agar tahapan pembangunan
bisa berjalan linier. Perbedaan ini
dikarenakan disiplin ilmu yang mereka pakai
berbeda.
Organzki menjelaskan tahap-tahap perkembangan
politik, yakni, tahap politik unifikasi primitif, politik industrialisasi,
politik kesejahteraan nasional dan Politik Berkelimpahan. Bangsa-bangsa yang
tumbuh lebih dahulu di negara-negara Eropa dan Amerika Utara pada umumnya
mengalami tahap pertumbuhan ini selangkah demi selangkah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Teori Organzki tentang tahap-tahap pembangunan politik terjadi
dihampir semua negara. Di Eropa barat dan Amerika Utara kentara sekali bahwa
tahap perkembangan negara di mulai dari tahap unifikasi primitif, Organzki
menyebutkan perkembangan yang terjadi di Eropa Barat mulai terjadi pada abad ke
16, juga dibelahan dunia lain, asal mula negara ditandai dengan munculnya
koloni-koloni Eropa. Tentunya dengan berbagai keunikan yang berbeda-beda dari
suatu negara.
Organzki juga menyebutkan tahap selanjutnya
setelah tahap Unifikasi Primitif yaitu negara masuk pada tahap Politik
Industrialisasi, dimana negara mulai membangun dan berupaya memperkuat
perekonomian dengan industrialisasi, pola pembangunan lewat industrialisasi
merupakan pilihan yang ideal yang harus ditempuh, terutama oleh negara-negara
maju seperti negara-negara di Eropa Barat. Perkembangan ini ditandai oleh
proses industrialisasi di Inggris. Abad ke 18 merupakan titik kemajuan proses
industrialisasi di Inggris dimana ditemukan berbagai inovasi terutama inovasi
teknologi yang mendorong ditemukan mesin-mesin industri pabrik. Pilihan
melakukan industrialisasi merupakan yang terbaik karena keunggulan komparatif
negara-negara barat terletak pada produk-produk industri dan teknologi. Politik
industrialisasi secara implisit masih terjadi di Indonesia, dimana proses
industrialisasi dan pembangunan infrastruktur pendukung industri terus
dilakukan, terlebih Krisis yang melanda Indonesia tahun 1998 membuat Indonesia
bertahan lebih lama di fase ini.
Tahap selanjutnya menurut Organzki adalah politik
kesejahteraan nasional, politik kesejahteraan nasional merupakan politik
bangsa-bangsa industri sepenuhnya, tahap ini menurut Organzki adalah tahap
dimana telah terjadi saling tergantungan antara rakyat dengan pemerintah yang
selanjutnya menjadi lengkap. Kekuasaan negara tergantung pada kemampuan rakyat
biasa untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat bersama-sama dengan
penguasa-penguasa industri, tergantung kepada pemerntah nasional untuk
melindungi mereka terhadap kemiskinan akibat depresi dan kehancuran dari
perang.
Fungsi primer pemerintah pada tahap
industrialisasi adalah melindungi pengusaha yang memiliki modal untuk
mempercepat laju industri, sedangkan dalam tahap ketiga merupakan tugas
pemerintah untuk melindungi rakyat terhadap kesulitan-kesulitan kehidupan
industri, untuk menjaga supaya ekonomi berjalan lancar, memberikan taraf
kehidupan yang lebih tinggi yang lama mereka dambakan. Sebagian negara-negara
maju dan negara berkembang sedang menjalan fase seperti ini, dimana fokus
pemerintahan adalah mensejahterkan rakyatnya dengan berbagai macam fasilitas
publik, pendidikan dan kesejahteraan.
Tahap terakhir menurut Organzki adalah Tahap
Politik Berkelimpahan (politics of abundance) atau Otomatisasi, Organzki
menyebutkan tak satu pun negara di dunia masuk dalam tahap ini, tetapi Amerika
Serikat dan beberapa negara Eropa yang paling maju telah memasuki gerbang Tahap
Politik Berkelimpahan. Tahap ini ditandai oleh majunya teknologi, komputer dan
kehidupan serba otomatis, sehingga mesin-mesin industri berjalan dengan
otomatis yang berdampak pada pengangguran karena para buruh tersisih oleh
kemampuan mesin.
Masyarakat pada tahap ini mempunyai ciri-ciri
pemusatan kekuatan ekonomi, penggunaan mesin yang sangat mahal dan efisiensi
produksi pabrik, ciri ini sudah terjadi pada beberapa negara maju, dimana telah
tumbuh perusahaan-perusahaan besar yang memonopoli perekonomian yang merupakan
kekuatan ekonomi global atau dikenal dengan Perusahaan Multi Nasional yang beroperasi
di banyak negara di dunia.
Namun ada hal yang menarik bahwa ”unifikasi
modern” juga menjadi tren dunia global saat ini, Uni Eropa European Union atau
EU) adalah contoh jelas unifikasi modern sebuah organisasi antar-pemerintahan
dan supra-nasional, yang terdiri dari negara-negara Eropa, yang sejak 1 Januari
2007 telah memiliki 27 negara anggota. Persatuan ini didirikan atas nama
tersebut di bawah Perjanjian Uni Eropa (yang lebih dikenal dengan Perjanjian
Maastricht) pada 1992.
Indonesia pada era orde baru adalah contoh dimana
pembangunan ekonomi lewat indutrialisasi dalam Pembangunan jangka pendek dan
jangka panjang dengan tahap-tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) menjadi
prioritas pemerintah. Sedangkan secara bersamaan mengekang pembangunan politik.
Pemerintah orde baru mulai melaksanakan rencana
pembangunan lima tahun
sejak 1April 1969 melalui tahapan tahapan pelita. Perkembangan perekonomian Indonesia pada masing-masing pelita adalah sebagai berikut:
sejak 1April 1969 melalui tahapan tahapan pelita. Perkembangan perekonomian Indonesia pada masing-masing pelita adalah sebagai berikut:
Pelita I dimulai 1 April 1969-31 Maret 1947.
Pelita ini menekan pada rehabilitasi ekonomi, khususnya mengangkat hasil
pertanian dan penyempurnaan system irigasi dan transportasi.Hampir seluruh
target disektor produksi berhasil di capai, bahkan produksi beras meningkat
25%. Tujuan pelita I adalah menaikan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakan
dasar-dasar yang kuat bagi pembangunan nasional dalam tahap-tahap berikutnya.
Pelita II berlamgsung pada tangggal 1 April
1974-31 Maret 1979. Pelita II menekankan pada peningkatan standar hidup bangsa
Indonesia.Tujuan tersebut di wujudkan dengan menyediakan pangan,sandang,dan
papan yang lebih baik; meningkatkan pemerataan kesejahteraan;dan menyediakan
lapangan kerja.
Pelita III di mulai tanggal 1 April 1979-31 Maret
1989. Pelita ini menekankan pada sector pertanian untuk mencapai swasembada
pangan dan pemantapan industri yang mengolah bahan dasar atau bahan baku
menjadi bahan jadi. Pelita II meningkat 274% di banding pelita
sebelumnya. Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 26,9 %dari jumlah penduduk tahun 1980.
sebelumnya. Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 26,9 %dari jumlah penduduk tahun 1980.
Pelita IV di mukai 1 April 1984-31 Maret 1989.
Pelita ini menekankan pada sector pertanian untuk mempertahankan swasembada
pangan sekaligus meningkatakan industri yang dapat memproduksi mesin-mesin
untuk industri ringan maupun berat. Penduuduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
tinggal 16,4% dari jumlah penduduk tahun 1987.
Pelita V di mulai tanggal 1 April 1989-31 Maret
1994. Pelita ini menekankan pada sector industri yang didukung oleh pertumbuhan
yang mantap disector pertanian.
Pelita VI di mulai 1 April 1994-31 Maret 1999.
Pelita VI maerupakan awal pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPTII). Pada
tahap ini bangsa Indonesia memasuki proses Tinggal Landas menuju Terwujudnya
masyarakat maju, adil dan mandiri. Pelita VI menitikberatkan pada bidang
ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang
pembangunan lainnya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu cara yang dilakukan oleh rezim
Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya adalah dengan cara melakukan
pembonzaian terhadap demokrasi. Akibatnya aspirasi rakyat menjadi terhambat dan
partisipasi politik rakyat terbelenggu. Soeharto juga menumpukan kekuatan pada
militer dengan mendasarkan pada dwifungsi ABRI/TNI. 6
Usaha pembonzaian dan pengamputasian demokrasi
yang dilakukan semakin lama semakin menampakkan hasil. Kondisi yang bersifat
statusquo dan pengekangan politik, akhirnya membuat rakyatpun mulai bangun dan
bergerak untuk melakukan perlawanan dan pengoreksian.
Rancangan pembangunan yang dilakukan dari Repelita I sampai Repelita V dimaksudkan untuk menyiapkan era pra-lepas landas. Sehingga diharapkan pada Repelita VI masa lepas landas bisa dilaksanakan.
Rancangan pembangunan yang dilakukan dari Repelita I sampai Repelita V dimaksudkan untuk menyiapkan era pra-lepas landas. Sehingga diharapkan pada Repelita VI masa lepas landas bisa dilaksanakan.
Namun naas tak bisa ditampik, malang tak bisa
ditolak. Indonesia terserang krisis ekonomi tahun 1997 pada saat implementasi
Repelita VI yang digaungkan sebagai era tinggal landas (take off). Akibat
krisis ekonomi itu, gejolak politik memanas hingga menuntut Soeharto lengser
dari jabatannya. Dan pada Mei 1998, Soeharto pun mundur seiring munculnya era
baru, Reformasi. Akibat kejadian politik ini, tatanan bangunan rencana
pembangunan Orde Baru dengan konsep Repelita dan PNJP pun terhenti. Konsep
perkembangan yang di sebut telah tinggal landas, tak lagi menjadi gaung
nasional. Beberapa kalangan percaya bahwa Indonesia kembali setahap ke
belakang, yakni era tinggal landas.
Melihat kondisi ini, bangunan teori yang
dikemukakan oleh Rostow sebetulnya berlaku secara relevan dalam kasus
Indonesia. Seperti telah diutarakan sebelumnya, Rostow memandang bahwa evolusi
perkembangan ekonomi akan melaju secara linier satu tahap ke tahap berikutnya
apabila ada ketersediaan modal yang mencukupi. Padahal pada saat krisis melanda
Indonesia pada 1997, devisa negara kita minus dibandingkan dengan nominal utang
luar negeri. Ekonomi berjalan mundur. Banyak kredit macet sehingga memaksa
bank-bank untuk melakukan merger. Inflasi melambung. Kurs mata uang kita
merosot tajam hingga menembus di atas 10.000 per 1$. Kondisi ini merontokkan
tatanan bangunan tahapan yang sudah dibanguns elama 25 tahun dan kita kembali
berjalan mundur.
Pun halnya jika posisi Indonesia dilihat dari
perspektif tahapan perkembangan politik Organsky. Ia mengatakan bahwa
perkembangan politik akan bergerak linier dari tahap satu ke tahap berikutnya
dengan linier dengan syarat adanya kestabilan politik. Namun akibat krisis
ekonomi pada 1997 yang berefek domino pada kehidupan politik sehingga
memanaskan situasi politik nasional, menyebabkan perkembangan Indonesia tak
beranjak dari tahapan pertama, unifikasi primitif. Seperti kita tahu, hingga saat
ini, Indonesia belum stabil betul dengan kesatuan negara dalam bingaki NKRI.
Masih ada pemberontakan-pemberontakan daerah yang ingin melepaskan diri dari
Indonesia, seperti di Aceh yang dimotori oleh GAM, di Maluku yang dimotori oleh
RMS dan di Papua yang di motori oleh Gerakan Papua Merdeka. Itu artinya, hingga
saat ini, Indonesia masih berkutat dalam proses tahap pertama, unifikasi
primitif. Padahal, banyak kalangan yang menyebutkan bahwa Indonesia telah masuk
dalam periode Industrialisasi.
Akan tetapi, argumentasi di atas juga mengandung
kelemahan. Karena indikator lain menunjukkan bahwa kita juga telah masuk pada
fase industrialisasi seperti dikatakan Organski. Pada fase ini, pemerintahan
berfungsi untuk mendorong tumbuhnya industri dan modernisasi ekonomi yang
dilakukan salah satu dari tiga tipe ideologis di dalam negara: borjuis,
stalinis, dan fasis. Di sini mulai terjadi peralihan kekuasan dari elite
tradisional ke manajer industri, pemupukan modal untuk industri, dan migrasi
penduduk dari desa (pinggiran) ke perkotaan. Indikator itu telah sangat nyata
di Indonesia.
Dengan demikian, posisi Indonesia dalam kerangka
tahapan perkembangan Rostow dan Organski belum bisa dikategorikan berada pada
tahapan yang pasti. Dalam konteks tahapan perkembangan Organski, kita bisa
dikatakan pada tahapan unifikasi primitif karena masih bergejolaknya
pemberontakan daerah untuk melepaskan diri dari NKRI. Atau juga kita bisa
dikategorkan masuk pada fase Industrialiasi dengan indikator yang telah
disebutkan di atas.
Dalam perspektif Rostow, kita bisa dikategorikan
masuk pada fase pra industrialisasi karena kita telah menyiapkan pondasi untuk
masuk dunia industrialiasi. Disisi lain, kita juga bisa dikategorikan pada fase
hight consumtion. Hal ini berdasarkan argumen bahwa ternyata produsen mobil BMW
yang bisa dikategorikan sebagai mobil mewah, merilis data Indonesia merupakan
pasar terbesar dalam penjualan produk mereka. Selain itu, mal-mal telah marak
dipelbagai penjuru negeri. Penjualan bahan yang tahan lama, kendaraan bermotor
misalnya, Indonesia merupakan pasar terbesar dunia. Oleh karena itu, sulit
mengidentifikasi Indonesia berada pada tahapan mana dalam kerangka pertumbuhan
Rostow.
Modernisasi dan demokratisasi dalam perspektif
pembangunan politik merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan.
Mengapa demikian, karena kedua makna tersebut sama-sama bermuara kepada upaya
perbaikan dan perubahan situasi dari kurang menjadi yang lebih baik, secara
politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Modernisasi merupakan suatu proses yang
alamiah terjadi dalam perkembangan suatu negara. Modernisasi sering juga
diartikan sebagai peroses perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisional
ke masyarakat Negara yang bercirikan modern. Negara tradisional biasanya
sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian, berorientasi masa
lalu, masyarakat agamis, gotong royong, statis, primitif, dan tertutup.
Sedangkan ciri negara modern biasanya sebagian besar masyarakatnya hidup di
sektor industri, Future Oriented, Sekuler, individual, dinamis, dan terbuka.
Berbagai keunggulan dan manfaat serta didukung oleh tren perkembangan dunia,
banyak negara dan hampir disemua negara melakukan proses modernisasi yang
dicirikan dalam proses pembangunan disegala sektor, dan merubah corak
tradisional negara ke bentuk modern lewat proses industrialisasi.
Lewat modernisasi pulalah kemudian diperkenalkan
tahap-tahap pembangunan politik maupun ekonomi sebagai gerak perubahan yang
gradual. Tahap-tahap ini bagi negara-negara berkembang yang dalam proses menuju
negara modern seakan-akan harga mati untuk mencapai negara sejahtera. Mereka
menganalogikan masyarakat sebagai makhluk organik, yang lahir, tumbuh
berkembang menjadi dewasa, dan akhirnya mati. Mereka terlanjur menjadikan Barat
sebagai model puncak modernitas dalam tahap-tahap pembangunan. Dalam makalah
ini akan dicoba mengangkat tahapan-tahapan modernisasi politik dan
demokratisasi yang menjadi suatu keharusan dalam perspektif pembangunan politik
sejak bergulirnya reformasi
Pembangunan disegala sektor dalam upaya
modernisasi juga terkait dengan pembangunan politik sebuah negara. Pembangunan
politik biasanya terkait dengan peningkatan kualitas demokrasi, penguatan
sistem politik dan pemerintahan, penguatan partai politik menjadi lebih mapan
serta peningkatan partisipasi masyarakat. Tingginya partisipasi masyarakat
merupakan cermin kuatnya demokrasi dan legitimasi pemerintah atas masyarakat,
terlebih bila didukung oleh sistem politik dan partai politik yang bisa
memfasilitasi partisipasi masyarakat dengan baik. Pembangunan politik menjadi
penting terkait dengan modernisasi terlebih merupakan prasyarat kesejahteraan
masyarakat.
Bangsa-bangsa di negeri-negeri yang sudah maju
tumbuh dan berkembang melalui tahapan yang cukup sistematis, baik di bidang
ekonomi maupun di bidang politik. Pada umumnya suatu bangsa tumbuh melalui
tahap-tahap perkembangan politik.
Bangsa-bangsa di negeri-negeri yang sudah maju
tumbuh dan berkembang melalui tahapan yang cukup sistematis, baik di bidang
ekonomi maupun di bidang politik. Pada umumnya suatu bangsa tumbuh melalui
tahap-tahap perkembangan politik.
Namun ada hal yang menarik bahwa ”unifikasi
modern” juga menjadi tren dunia global saat ini, Uni Eropa European Union atau
EU) adalah contoh jelas unifikasi modern sebuah organisasi antar-pemerintahan
dan supra-nasional, yang terdiri dari negara-negara Eropa, yang sejak 1 Januari
2007 telah memiliki 27 negara anggota. Persatuan ini didirikan atas nama
tersebut di bawah Perjanjian Uni Eropa (yang lebih dikenal dengan Perjanjian Maastricht)
pada 1992.
Pembangunan politik kalau mengacu pada Teori
Pentahapan Organzki idealnya berada pada tahap Walfare State atau tahap politik
kesejahteraan nasional , kenapa? Kalau kita lihat sejarah mencatat bahwa
kemajuan yang dialami oleh negara-negara barat tidak dimulai dengan pembangunan
politik terlebih dahulu, tetapi dimulai dengan pembangunan ekonomi dan
industrialisasi, dimana demokrasi terpinggirkan.
Pada tahap Unifikasi primitif dan Politik
Industrialisasi, pemerintah nasional membutuhkan kestabilan di segala bidang
termasuk di bidang politik, sehingga tidak dimungkinkan terjadinya pembangunan
politik yang mengandung resiko instabilitas yang pada akhirnya menggangu proses
pembangunan ekonomi lewat indstrialisasi.
Pada tahap kesejahteraan nasional adalah tahap
yang pas pembangunan politik, kenapa ? karena telah terjadi saling
ketergantungan timbal balik antara rakyat dan pemerintah dimana interaksi
antara rakyat dan pemerintah saling membutuhakan. Pemerintah membutuhkan rakyat
untuk bekerja dan berjuang membangun perekonomian dan rakyat membutuhkan
pemerintah untuk melindungi mereka dari kemiskinan dan penindasan pengusaha
industri. Pembangunan Politik akan berjalan dengan baik ketika rakyat dan
pemerintah berada pada posisi sejajar dan saling membutuhkan.
Indonesia pada era orde baru adalah contoh dimana
pembangunan ekonomi lewat indutrialisasi dalam Pembangunan jangka pendek dan
jangka panjang dengan tahap-tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) menjadi
prioritas pemerintah. Sedangkan secara bersamaan mengekang pembangunan politik.
Secara nyata telah terjadi perbedaan Pembangunan
Politik secara umum dari berbagai negara didunia, hal ini tidak terlepas dari
perbedaan penyingkapan negara yang bersangkutan terhadap beberapa hal terkait
aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal yang mempengaruhi perbedaan
pembangunan politik suatu negara dengan negara lain adalah Moralitas dan
Mentalitas Penguasa pemerintahan, tingkat ekonomi dan kemakmuran, latar
belakang kolonial, sejarah berdirinya negara dan Sistem Pemerintahan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa moralitas dan
mentalitas Penguasa Pemerintahan dalam hal ini tingkat korupsi membedakan
kemajuan pembangunan politik suatu negara, Indonesia dan Singapura misalnya Lee
Kuan Yew satu generasi dengan Suharto, sama-sama memerintah dengan corak
otoriter, dan ini disadari sangat dibutuhkan dalam masa-masa awal berdirinya
negara untuk membangun, tapi kita lihat sekarang pembangunan di kedua negara
berbeda termasuk di bidang politik, Singapura tumbuh menjadi negara maju dan
Indonesia masih bestatus sebagai negara berkembang bahkan menengah kebawah.
Cina juga seperti itu walaupun pemerintahan otoriter dan dikuasai oleh partai
komunis namun karena pemerintahannya konsisten dalam memerangi korupsi bahkan
dengan hukuman mati, ekonomi cina tumbuh dan mensejahterakan rakyatnya.
Silahkan dibaca, direnungi dan dimanfaatkan
sebaik mungkin,…di bajak juga boleh.salam..
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT ROSTOW
3 Votes
TAHAP-TAHAP
PERTUMBUHAN EKONOMI
- A. Pengantar
Pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu keniscayaan yang akan terjadi sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masing-masing negara di dunia
tentunya mengalami perbedaan tahap perkembangan atau pertumbuhan ekonomi, hal
itu tidak lain disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berbeda-beda. Misalya negara-negara eropa yang dapat dikatakan sebagai negara
modern dan negara dunia ketiga yang dikatakan sebagai negara yang sedang
berkembang menuju modren.
Dalam
Economic Jurnal[1]
Rostow mengkonsepkan proses
pembangunan menjadi lima tahap utama dan setiap negara-negara di dunia dapat
digolongkan kedalam salah satu dari kelima pertumbuhan ekonomi yang
dijelaskannya. Adapun kelima tahap tersebut adalah: Masyarakat tradisonal (the
traditional society), prasyarat untuk lepas landas (the procondition for
take off), lepas landas (the take off), Gerakan kearah kedewasaan (the
drive to maturity), dan masa konsumsi tinggi (The age of high
massconsumption).
Dalam
membedakan kelima tahap tersebut rostow menggolongkannya berdasarkan pada
ciri-ciri perubahan keadaan ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi. Menurut
rostow pembangunan ekonomi atau tranformasi suatu masyarakat tradisional menuju
masayarakat modern merupakan suatu proses yang multidimensional. Dimana
perubahan ini bukan hanya bertumpu pada perubahan ekonomi dari agraris ke
industri saja, melainkan juga perubahan pada sosial, budaya, politik, ekonomi
bahkan agama.
- B. Pembahasan
v
Masyarakat Tradisonal (The Traditional Society)
Tahap
tradisional adalah suatu masyarakat yang strukturnya berkembang didalam fungsi
produksi yang terbatas, dalam artian masyarakat masih menggunakan cara-cara
produksi yang relatif masih primitif dan cara hidup masyarakat yang masih
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh pemikir yang tidak rasional,
tetapi oleh kebiasaan yang dilakukan scara terus menerus.
Menurut
rostow dalam masyarakat tradisional ini produksi perkapita masih sangat
terbatas dan sumber daya produksi utama adalah sektor pertanian, sehingga
sangat kecil kemungkinan untuk mengadakan mobilitas vertikal dikarenakan
kedudukan masayarakat tidak akan jauh berbeda dengan kedudukan ayahnya dan
sistem mobilitasnya umumnya berdasarkan sistem warisan (pemeberian).
Dalam
segi politik masayarakat tradisional umunya tuan tanahlah yang memiliki
otoritas tertinggi hal itu tidak lain karena pemilik tanah merupakan
stratifikasi tertinggi dalam masayarakat tradisonal. Kalau dilihat sistem ilmu
pengetahuan dalam masyarakat ini cenderung menyelsaikan persoalan dengan
cara-car yang kurang rasional dan masih menggunakan cara berpikir budayawi dari
tadisi turun temuurun.
v
Prasyarat untuk Lepas Landas (The Procondition for Take Off)
Tahap
prasyarat lepas landas ini adalah masa transisi dimana ketika suatu masyarakat
telah mempersiapkan dirinya, atau dipersiapkan dari luar untuk mencpai
pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untu terus berkembang.[2] Tahap
prasyarat lepas landas ini dibagi menjadi sua tipe oleh Rostow. Yang pertama
adalah tahap yang dilakukan dengan mengubah masyarakat tradisional yang telah
ada, sedangkan yang kedua adalah brown free yaitu Amerika, Kanada,
Australia, Selandia baru, dimana mereka tidak perlu merubah sistem tradisional
dikarenakan masyarakat itu terdiri dari imigran-imigran yang diperlukan sebagai
tahap masa prasyarat lepas landas.
Pembangunan:
Perubahan yang Bersifat Multidimensi
Sebagaimana
telah dinyatakan Rostow bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang kompleks
dan saling berhubungan. Misalnya saja argumen yang mengatakan bahwa tabungan
akan mempercepat pembangunan, hal itu tentunya tidak akan terlaksana jika
perubahan tersebut tidak diikuti oleh perubahan lain dalam masayarakat,
misalnya saja cara penggunaan tabungan dengan sebaik baiknya. Karena jika
ditelaah secara multidimensi maka akan terjadi hubungan yang kompleks, misalnya
tabungan akan mempercepat pembangunan melalui investasi dan tentunya akan
terciptanya sarana dan prasarana umum, peningkatan kualitas pendidika dan
penemuan-penemuan baru dalam bidang teknogi dan sosial.
Perombakan
Struktur Ekonomi
Struktur
ekonomi ini sangat penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara, sehingga
kemajuan dalam bidang pertanian, pertambangan, dan sebagainya harus diiringi
dengan penananaman modal. Sehingga di negara pra landas ini untuk berkembang
maka dibutuhkan sistem pertanian, pertambangan yang matang dan kemudian seiring
perkembangannaya yang memerlukan pengolahan bahan mentah maka akan didirikan
pabrik yang mengolah bahan-bahan tersebut.
Peran
Sektor Pertanian
Kemajuan
pertanian ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan bahan makanan bagi
penduduk yang bertambah; dan agar penduduk kota yang banayak
akibatindustrialisasi itu dapat memperoleh bahan makanan yang cukup. Selain itu
sektor pertanian yang surplus akan diekspor sebagai modal unutk membeli
alat-alat produksi yang mendukung industrialisasi.
Peran
Sektor Prasarana
Rostow
berpendapat bahwa pada tahap transisi ini memerlukan banyak modal yang
digunakan untuk membangun sarana dan prasaranan (infrastruktur). Parasaranan
mempunyai tiga ciri kusus diantaranaya, masa antara pembangunan dan pemetikan
hasil pembangunan sangat panjang, pembangunan memerlukan biaya yang besar, dan
manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh masayarakat.
Ciri
Kepemimipinan
Rostow
menganalisis bahwa dalam tahap ini pemerintahan dalam masayarakat akan lebih
teratur dan suatu golongan elit harus tercipta guna untuk mencapai masayarakat
industri. Rostow juga menambahkan bahwa masyarakat dunia transisi ini kan
berkembang jika mendapat tekanan dari negara-negara maju, karena sangat sulit
sekali berkembang jika hanya dipengaruhi secara internal saja.
v
Lepas Landas (The Take Off)
Dalam
tahap lepas landas merupakan berlangsungnya perubahan yang besar dan drastis
dalam masayarakat misalnya, revolusi politik, revolusi ekonomi ataupun
perkembangan inovasi-inovasi teknologi dan autput produksi. Adapun ciri-ciri
tahap lepas landas adalah sebagai berikut:
- Terwujudnya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari lebih kurang 5% menjadi 10% dari produk nasional bruto
- Terjadi peningkatan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju perkembangan yang tinggi.
- Adanya platform politik, sosial, dan intitusional baru yang akan menjamin berlangsungnya, segala tuntutan perluasan sektor modern dan potensi ekonomi ekstern.
The
Inner Structure of the take off
Selanjutnya
Rostow menganalisis the inner structure of the take off, yaitu
perubahan-perubahan lain yang mengikuti kenaikan tingkat penanaman modal, yang
terjadi dalam masa lepas landas. Perubahan yang terpenting dalam penanaman
modal adalah kenaikan tingkat dana yang dipinjamkan, dan kenaikan itu berasal
dari dua sumber. Pertama, adanay aliran pendaoatan termasuk perubahan dalam
distribusi pendapatan dan impor modal. Sedankan sumber kedua adalah penanaman
kembali keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari sektor-sektor yang sudah
menagalami perkembangan yang pesat.
Pengusaha
(enterpreneurs) merupakan hal yang terpenting dalam masa lepas landas ini,
dimana mereka akan melakukan inovasi dan penanaman modal diberbagai sektor.
Karena pada dasarnya produktivitas pertanian harus ada sebelum masa lepas
landas maka akan muncul berbagai golongan petani yang mengolah pertanian secara
modern.
Peran
Leadeing Sector
Diberbagai
perkembangan ekonomi negara umumnya dipicu oleh sektor primer yang merupakan
sektor utama munculnya industrialisasi, hal ini dikarenakan hasil yang
diproduksinya menghasilkan biaya yang besar bagi pembangunan suatu negara.
Jenis-jenis industri primer ini disetiap negara tidaklah sama, misalnya di
Inggris yang dipicu oleh kain katun, di swedia dipicu oleh industri kayu, di
denmark peternakan, di jepang industri sutra dan sebagainya.
v
Gerakan Kearah Kedewasaan (The Drive to Maturity)
Gerakan
Kearah kedewasaan ini disebut juga masa sesudah lepas landas, dimasa ini
masayarakat sudah mulai efektif menggunakan teknologi modrn pada sebagian besar
faktor produksi dan kekayaan alamnya. Dalam tahap ini sektor pelopor baru akan
menggantikan pelopor lama yang akan mengalami kemunduran. Sektor primer dalam
tahap ini ditentukan oleh teknologi, kekayaan alam dan juga kebijakan
pemerintah.
Rostow
mengumukakan suatu oerkiraan kasar mengenai masa dimana tahap gerakan kearah
dewasaan yang dicapai oleh berbagai negara:
Negara
|
Tahun
|
Negara
|
Tahun
|
Inggris
|
1850
|
Swedia
|
1930
|
Amerika
|
1900
|
Jepang
|
1940
|
Jerman
|
1910
|
Rusia
|
1950
|
Perancis
|
1910
|
Kanada
|
1950
|
Dalam
menganalisis ciri-ciri tahapan ini, rostow menekankan penelaahannya pada coran
perubahan sektor pelopor industri di berbagai nega maju dan ia menunjukkan
bahwa setiap negara memiliki perbedaan disetiap jenis sektor pelopornya,
misalnya jika Inggris industri tekstil digantikan oleh industri baja, batu
bara, peralatan teknik berat. Sedangkan Dijerma dan di Amerika jaringan rel
kereta api digantika dengan industri baja dan industri peralatan berat.
v
Masa Konsumsi Tinggi (The Age of High Massconsumption).
Tahap
terakhir dari teori pertumbahan ekonomi rostow ini adalah tahap konsumsi
tinggi, yaitu dimana perhatian masyarakat lebih menakankan kepada
masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan, dan bukan lagi pada produksi
sehingga coraknya lebih konsumtif. Dalam tahap ini terdapat tiga tujuan utama
masyarakat yang diperebutkan dalam memperoleh sumberdaya yang tersedia dan dukungan
politik, yaitu:
- Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara keluar negari dan kecenderungan ini berwujud penakhlukan negara lain.
- Menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata bagi penduduk dengan cara melakukan pemerataan pendapatan.
- Mempertinggi tingkat konsumsi masayarakat diatas konsumsi keperluan utama yang sederhana seperti, makanan, pakaian, perumahan menjadi barang tahan lama dan mewah.
Perencanaan Pembangunan
Teori Perencanaan Pembangunan
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision
maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Disisi lain Campbell dan Fainstain (1999:1) menyatakan bahwa dalam pembangunan Kota atau daerah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau demokratis. Dalam konteks tersebut maka pada prakteknya perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan suasana politik kota atau daerah sebab keputusan-keputusan publik mempengaruhi kepentingankepentingan
lokal. Hal ini menjadi relevan apabila kekuasaan mempengaruhi perencanaan. Ketika perencanaan telah dipengaruhi oleh sistem politik suatu kota atau daerah sebagaiman pernyataan di atas, maka sebenarnya yang terjadi adalah wilayah rasional yang menjadi dasar dalam perencanaan telah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan akan menjadi tidak efektif dan efesien, bersifat mendua antara idealisme “kepakaran seorang perencana” atau mengikuti selera atau kemauan-kemauan, sehingga berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan) dan objektif (sasaran) yang dituju.
Disamping itu karena perencanaan merupakan pekerjaan yang menyangkut wilayah publik maka komitmen seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yang terlibat sangat dibutuhkan sehingga hasil perencanaan dapat dibuktikan dan dirasakan manfaatnya.
PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen UUD 1945 tersebut, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu : (1) penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); (2) ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan (3) diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengenai dokumen perencanaan pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan adalah dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan saran DPR, sekarang tidak ada lagi.
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.
Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni :
Dokumen perencanaan periode 1958-1967
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.
Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
Dokumen perencanaan periode 1998-2000
Pada periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks reformasi.
Dokumen perencanaan periode 2000-2004
Pada sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi ketetapan tersebut, Presiden dan DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai bagian Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
Dokumen perencanaan terkini menurut UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN
Diujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Intinya dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20 (dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD) untuk periode 1 (satu) tahun.
Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Tapi pertanyaan kita, apakah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN ini tidak hanya bertukar kulit saja ? apakah RPJP, RPJM, RKP itu secara model dan mekanisme perumusannya sama saja halnya dengan program jangka panjang yang terkenal dengan motto menuju Indonesia tinggal landas, Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan berbagai periode dan APBN sebagai program satu tahunnya semasa pemerintahan Orde Baru ?
Apakah aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka ? mungkin substansi ini yang perlu kita sikapi bersama dalam konteks perumusan kebijakan dokumen perencanaan pembangunan nasional maupun daerah ini kedepan.
Perencanaan Pembangunan Nasional menurut Teori Tradisional
Pemerintah memiliki wadah yang sangat luas dalam pembangunan. Dengan adanya keterbukaan dalam proses penyelenggaraana negara maka pemerintah mendorong masyarakat untuk berpartisifasi aktif dalam pemerintahan atau dalam pelaksanaan pembangunan, mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah, sehingga akan terhindar terjadinya KKN dalam pemerintahan.
Dengan keterbukaan berarti pemerintah atau penyelenggara negara sanggup bertanggungjawab terhadap kegiatan yang dilakukan kepada rakyat. Tanggungjawab ini menyangkut masalah proses pengerjaan, pembiayaan dari segi manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara, maka terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan nasional.
Menurut Growth (1960) teori pertumbuhan ekonomi dapat dikemukakan menjadi beberapa tahap yaitu :
Tahap Masyarakat Tradisional
Masyarakat menciptakan produksi yang amat rendah sehingga pendapatan per kapita yang kurang pemerataan, di bidang pertanian sumber tenaga mesin sangat kurang maka masyarakat atau pemerintah bahan memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya berbagai komunitas menginvestasikan ke dalam kehidupan bangsa, menciptakan kemampuan menjalankan bangsa.
Tahap Masyarakat Dewasa
Tahap masyarakat dewasa dalam arti masyarakat yang mampu memilih dan memberi respon terhadap perubahan dan mampu mengendalikan masa depannya sehingga tidak bergantung kepada pihak lain.
Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah suatua proses kegiatan masyarakat atas prakata sendiri atau pemerintah dalam memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya berbagai komunitas, mengintrogasikan berbagai komunitas ke dalam kehidupan bangsa, menciptakan kemampuan memajukan bangsa secara terpadu.
Pembangunan daerah adalah proses kegiatan, masyarakat daerah dalam memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya yang bertempat tinggal di suatu daerah tertentu.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF ANTARA TANTANGAN DAN HARAPAN
Seiring dengan penerapan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, maka peran daerah menjadi sangat penting artinya bagi upaya meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Semangat seperti itulah yang saat ini terus bergulir ditengah-tengah masyarakat, meskipun dalam prakteknya belum sebagaimana yang diharapkan banyak pihak. Barangkali itulah proses yang harus dilalui secara bertahap dan berkesinambungan untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Kalau merujuk pada UU No 22 Tahun 1999, yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa otonomi daerah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana suatu daerah melakukan perencanaan pembangunan di daerahnya masing-masing.
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Salah satu pola pendekatan perencanaan pembangunan yang kini sedang dikembangkan adalah perencanaan pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta sejak tahun 2001 telah mencoba melakukan perencanaan pembangunan partisipatif didalam kerangka menggali aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui musyawarah tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah langkah positif yang patut dikembangkan lebih lanjut, apalagi hal seperti itu masih dalam taraf pembelajaran yang tentu saja disana-sini masih terdapat kelemahan baik dalam tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat.
Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Nampaknya mudah dan indah kedengarannya, tetapi jelas tidak mudah implementasinya karena banyak factor yang perlu dipertimbangkan, termasuk bagaimana sosialisasi konsep itu di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun demikian, perencanaan pembangunan yang melibatkan semua unsur / komponen yang ada dalam masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, status sosial, pendidikan, tersebut paling tidak merupakan langkah positif yang patut untuk dicermati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang membedakan dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang cenderung sentralistik.
Nah, dengan era otonomi daerah yang tengah dikembangkan di tengah-tengah masyarakat dengan asas desentralisasi ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam pengertian yang luas menjadi semakin baik dan meningkat. Lagipula, pola pendekatan perencanaan pembangunan ini sekaligus menjadi wahana pembelajaran demokrasi yang sangat baik bagi masyarakat. Hal ini tercermin bagaimana masyarakat secara menyeluruh mampu melakukan proses demokratisasi yang baik melalui forum-forum musyawarah yang melibatkan semua unsur warga masyarakat mulai dari level RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), Kelurahan, Kecamatan, sampai Kota.
Penggerak Pembangunan
Dalam pola pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif yang sedang dikembangkan ini pada dasarnya yang menjadi ujung tombak dan sekaligus garda terdepan bagi berhasilnya pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif tiada lain adalah sejauhmana keterlibatan warga termasuk pengurus RT dan RW dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pembangunan yang ada di lingkup RT dan RW tersebut.
Lembaga organisasi RT dan RW sebagai sebuah lembaga masyarakat yang bersifat “pengabdian” yang dikelola oleh pengurus RT dan RW ini benar-benar patut diacungi jempol karena pengabdian, ketulusan dan keikhlasan yang dilakukan bagi kepentingan masyarakat semata-mata dan jauh dari berbagai kepentingan pribadi. Barangkali pada level-level seperti inilah pembelajaran demokratisasi warga diimplementasikan bagi kepentingan warga masyarakat sekitarnya. Warga masyarakat yang mengajukan usulan program kegiatan, warga masyarakat pulalah yang melakukan dan sekaligus melakukan pengawasannya. Kesederhanaan, kebersamaan, dan kejujuran diantara warga yang sangat majemuk barangkali menjadi kata kunci perekat diantara mereka.
Bukanlah rahasia lagi bahwa yang namanya pengurus RT dan RW ini sudah biasa kalau harus berkorban tenaga, pikiran, dan dana ketika melakukan berbagai program kegiatan yang ada di lingkup ke-rt-an maupun ke-rw-an, apalagi kalau menyambut adanya event-event tertentu. Bahkan tidak jarang mereka harus berhadapan langsung dengan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, seperti masalah keributan / perkelahian antar warga, keamanan warga, dan sebagainya yang kadangkala jiwa menjadi taruhannya. Mudah-mudahan jiwa dan semangat pengabdian mereka tetap terjaga dengan baik.
Harapan dan Tantangan
Nuansa demokratis benar-benar nampak diberbagai forum musyawarah tingkat RT dan RW. Kesadaran dan kebersamaan yang tumbuh dan berkembang dengan baik pada organisasi paling bawah ini paling tidak merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi pembangunan masyarakat di daerah pada umumnya. Tetapi, kondisi yang ada di lingkup ke-rt-an maupun ke-rw-an sekaligus bisa menjadi kendala atau ganjalan manakala aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat level bawah ini terabaikan begitu saja. Jangan sampai “manis di mulut tetapi sepi dalam realitas”. Apabila hal ini terjadi, maka pola pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif hanya tinggal sebagai sebuah slogan yang manis dibicarakan, namun pahit dalam tataran pelaksanaannya.
Sebagai sebuah gambaran sederhana, misalnya ketika akan diselenggarakan Musyawarah Kelurahan Membangun (Muskelbang) maka setiap RT dan RW harus mempersiapkan usulan-usulan program yang akan dilakukan untuk suatu periode tertentu baik berupa usulan kegiatan yang bersifat phisik maupun nonphisik. Usulan program yang diajukan oleh RT dan RW tersebut selanjutnya dibawa ke level kelurahan untuk dibahas lebih lanjut ke forum Muskelbang. Forum inilah diharapkan menjadi ajang pembelajaran demokratisasi para warga di level kelurahan.
Nah, sebelum sampai pada forum Muskelbang, sesuai dengan SK Walikota Surakarta Nomor: 410/45-A/1/2002 tentang pedoman teknis penyelenggaraan Musyawarah Kelurahan Membangun, Musyawarah Kecamatan Membangun dan Musyawarah Kota Membangun Kota Surakarta tahun 2002, disebutkan bahwa sebelum dilaksanakan Muskelbang terlebih dahulu dilakukan Pra-Muskelbang I dan II.
Secara garis besar, pada dasarnya apa yang dilakukan dalam kegiatan Pra-Muskelbang I dan II merupakan tahapan-tahapan persiapan yang perlu dilakukan agar Muskelbang yang akan diselenggarakan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya. Selanjutnya, apa yang telah dihasilkan dalam forum Muskelbang ini akan dibahas ke forum musyawarah tingkat Kecamatan (Muscambang) dan selanjutnya ke forum musyawarah Kota (Muskotbang).
Musyawarah yang dilakukan mulai level Kelurahan, Kecamatan, dan Kota tiada lain dimaksudkan untuk menjaring semua aspirasi yang berkembang dari berbagai komponen masyarakat yang ada tanpa terkecuali untuk ikut serta merencanakan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan program pembangunan daerahnya masing-masing. Apa yang dimusyawarahkan pada forum-forum tersebut bukan saja usulan program kegiatan yang bersifat program fisik tetapi juga yang bersifat non-fisik, termasuk didalamnya sejumlah indicator keberhasilan dan besaran dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Pertanyaan yang sering muncul dari warga masyarakat lapisan bawah ini adalah apakah program kegiatan yang diusulkan yang bersumber dari musyawarah di tingkat RT dan RW tersebut nantinya akan terealisir? Pertanyaan polos dan lugas yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam warga masyarakat tersebut tentunya wajar dan sah-sah saja. Oleh karena, umumnya mereka sangat berharap bahwa apa yang diusulkan tersebut dapat terealisir, sehingga akan mampu memperbaiki kondisi lingkungan masyarakat di sekitarnya. Akan tetapi, di sisi yang lain pemerintah kota memiliki kendala klasik yaitu keterbatasan anggaran bagi pembangunan daerah. Bahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2002 porsi dana yang disediakan untuk pembangunan sangatlah minim. Disamping itu, masyarakat sendiri juga tidak pernah tahu seberapa besar pemerintah kota (pemkot) mampu menghasilkan penerimaan (pendapatan) bagi APBDnya dan akan dialokasikan pada kegiatan apa. Ini berarti bahwa sosialisasi memiliki arti yang sangat penting bagi warga masyarakat.
Mengingat berbagai keterbatasan yang ada (sumber dana), maka pemerintah biasanya menggunakan strategi penetapan Daftar Skala Prioritas (DSP). Dalam artian bahwa pemerintah hanya akan melaksanakan atau membiayai program kegiatan yang memang menjadi skala prioritas utama pembangunan di daerah. Nah, bagaimana dengan program kegiatan yang memiliki bobot prioritas nomor-nomor berikutnya? Pertanyaan ini pernah muncul dalam suatu forum pelatihan fasilitator di sebuah hotel di Solo beberapa waktu yang lalu sebagai sebuah respon dari instruktur yang mewakili pemerintah kota (pemkot).
Kalau yang diterima dan dibiayai APBD hanya usulan kegiatan yang memperoleh prioritas utama, sementara prioritas nomor berikutnya tersisihkan dan harus diusulkan lagi untuk periode berikutnya, maka hal ini memberikan dampak yang kurang baik bagi para pengusul program kegiatan yang sudah bersusah dan berpayah-payah menyusun usulan program tersebut. Pertama: penentuan pola DSP seperti itu tidak efisien, karena pengusul (RT dan RW) harus mengusulkan lagi untuk tahun berikutnya. Kedua, salah satu dampak yang sangat tidak diharapkan adalah munculnya sikap para pengusul yang lebih cenderung asal-asalan dalam mengajukan usulan kegiatan, karena merasa toh pada akhirnya usulannya nanti tidak terealisir juga. Sikap seperti ini bisa saja muncul sebagai sebuah akumulasi kekecewaan yang lama. Ketiga, sikap lainnya yang barangkali perlu diantisipasi adalah munculnya sikap masa bodoh, cuek atau tidak mau tahu terhadap pembangunan masyarakat di lingkungannya.
Sikap-sikap tersebut jelas akan menghambat gerak pembangunan di suatu daerah. Oleh karenanya, salah satu gagasan yang barangkali dapat membantu meredam kekecewaan masyarakat adalah dengan menempatkan skala prioritas pembangunan berdasarkan periodisasi (jenjang waktu), katakanlah tahun pertama, kedua dan seterusnya. Kalau periodisasi ini bisa dilakukan maka masyarakat akan tetap memiliki motivasi yang tinggi karena mereka tahu bahwa usulan kegiatannya akan tetap dapat dilaksanakan, meskipun tidak periode sekarang (misalnya). Disisi lain, masyarakat akan memiliki apresiasi yang baik dan positif terhadap pemerintah bahwa ternyata pemerintah benar-benar memiliki komitmen yang tinggi terhadap masyarakat pada umumnya. Ini merupakan modal dasar pembangunan yang sangat berharga bagi pembangunan masyarakat kedepan, tumbuhnya kepercayaan terhadap pemerintahannya sendiri (pemkot).
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision
maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Disisi lain Campbell dan Fainstain (1999:1) menyatakan bahwa dalam pembangunan Kota atau daerah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau demokratis. Dalam konteks tersebut maka pada prakteknya perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan suasana politik kota atau daerah sebab keputusan-keputusan publik mempengaruhi kepentingankepentingan
lokal. Hal ini menjadi relevan apabila kekuasaan mempengaruhi perencanaan. Ketika perencanaan telah dipengaruhi oleh sistem politik suatu kota atau daerah sebagaiman pernyataan di atas, maka sebenarnya yang terjadi adalah wilayah rasional yang menjadi dasar dalam perencanaan telah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan akan menjadi tidak efektif dan efesien, bersifat mendua antara idealisme “kepakaran seorang perencana” atau mengikuti selera atau kemauan-kemauan, sehingga berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan) dan objektif (sasaran) yang dituju.
Disamping itu karena perencanaan merupakan pekerjaan yang menyangkut wilayah publik maka komitmen seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yang terlibat sangat dibutuhkan sehingga hasil perencanaan dapat dibuktikan dan dirasakan manfaatnya.
PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen UUD 1945 tersebut, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu : (1) penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); (2) ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan (3) diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengenai dokumen perencanaan pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan adalah dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan saran DPR, sekarang tidak ada lagi.
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.
Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni :
Dokumen perencanaan periode 1958-1967
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.
Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
Dokumen perencanaan periode 1998-2000
Pada periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks reformasi.
Dokumen perencanaan periode 2000-2004
Pada sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi ketetapan tersebut, Presiden dan DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai bagian Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
Dokumen perencanaan terkini menurut UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN
Diujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Intinya dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20 (dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD) untuk periode 1 (satu) tahun.
Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Tapi pertanyaan kita, apakah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN ini tidak hanya bertukar kulit saja ? apakah RPJP, RPJM, RKP itu secara model dan mekanisme perumusannya sama saja halnya dengan program jangka panjang yang terkenal dengan motto menuju Indonesia tinggal landas, Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan berbagai periode dan APBN sebagai program satu tahunnya semasa pemerintahan Orde Baru ?
Apakah aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka ? mungkin substansi ini yang perlu kita sikapi bersama dalam konteks perumusan kebijakan dokumen perencanaan pembangunan nasional maupun daerah ini kedepan.
Perencanaan Pembangunan Nasional menurut Teori Tradisional
Pemerintah memiliki wadah yang sangat luas dalam pembangunan. Dengan adanya keterbukaan dalam proses penyelenggaraana negara maka pemerintah mendorong masyarakat untuk berpartisifasi aktif dalam pemerintahan atau dalam pelaksanaan pembangunan, mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah, sehingga akan terhindar terjadinya KKN dalam pemerintahan.
Dengan keterbukaan berarti pemerintah atau penyelenggara negara sanggup bertanggungjawab terhadap kegiatan yang dilakukan kepada rakyat. Tanggungjawab ini menyangkut masalah proses pengerjaan, pembiayaan dari segi manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara, maka terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan nasional.
Menurut Growth (1960) teori pertumbuhan ekonomi dapat dikemukakan menjadi beberapa tahap yaitu :
Tahap Masyarakat Tradisional
Masyarakat menciptakan produksi yang amat rendah sehingga pendapatan per kapita yang kurang pemerataan, di bidang pertanian sumber tenaga mesin sangat kurang maka masyarakat atau pemerintah bahan memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya berbagai komunitas menginvestasikan ke dalam kehidupan bangsa, menciptakan kemampuan menjalankan bangsa.
Tahap Masyarakat Dewasa
Tahap masyarakat dewasa dalam arti masyarakat yang mampu memilih dan memberi respon terhadap perubahan dan mampu mengendalikan masa depannya sehingga tidak bergantung kepada pihak lain.
Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah suatua proses kegiatan masyarakat atas prakata sendiri atau pemerintah dalam memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya berbagai komunitas, mengintrogasikan berbagai komunitas ke dalam kehidupan bangsa, menciptakan kemampuan memajukan bangsa secara terpadu.
Pembangunan daerah adalah proses kegiatan, masyarakat daerah dalam memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan budaya yang bertempat tinggal di suatu daerah tertentu.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF ANTARA TANTANGAN DAN HARAPAN
Seiring dengan penerapan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, maka peran daerah menjadi sangat penting artinya bagi upaya meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Semangat seperti itulah yang saat ini terus bergulir ditengah-tengah masyarakat, meskipun dalam prakteknya belum sebagaimana yang diharapkan banyak pihak. Barangkali itulah proses yang harus dilalui secara bertahap dan berkesinambungan untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Kalau merujuk pada UU No 22 Tahun 1999, yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa otonomi daerah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana suatu daerah melakukan perencanaan pembangunan di daerahnya masing-masing.
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Salah satu pola pendekatan perencanaan pembangunan yang kini sedang dikembangkan adalah perencanaan pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta sejak tahun 2001 telah mencoba melakukan perencanaan pembangunan partisipatif didalam kerangka menggali aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui musyawarah tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah langkah positif yang patut dikembangkan lebih lanjut, apalagi hal seperti itu masih dalam taraf pembelajaran yang tentu saja disana-sini masih terdapat kelemahan baik dalam tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat.
Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Nampaknya mudah dan indah kedengarannya, tetapi jelas tidak mudah implementasinya karena banyak factor yang perlu dipertimbangkan, termasuk bagaimana sosialisasi konsep itu di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun demikian, perencanaan pembangunan yang melibatkan semua unsur / komponen yang ada dalam masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, status sosial, pendidikan, tersebut paling tidak merupakan langkah positif yang patut untuk dicermati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang membedakan dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang cenderung sentralistik.
Nah, dengan era otonomi daerah yang tengah dikembangkan di tengah-tengah masyarakat dengan asas desentralisasi ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam pengertian yang luas menjadi semakin baik dan meningkat. Lagipula, pola pendekatan perencanaan pembangunan ini sekaligus menjadi wahana pembelajaran demokrasi yang sangat baik bagi masyarakat. Hal ini tercermin bagaimana masyarakat secara menyeluruh mampu melakukan proses demokratisasi yang baik melalui forum-forum musyawarah yang melibatkan semua unsur warga masyarakat mulai dari level RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), Kelurahan, Kecamatan, sampai Kota.
Penggerak Pembangunan
Dalam pola pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif yang sedang dikembangkan ini pada dasarnya yang menjadi ujung tombak dan sekaligus garda terdepan bagi berhasilnya pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif tiada lain adalah sejauhmana keterlibatan warga termasuk pengurus RT dan RW dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pembangunan yang ada di lingkup RT dan RW tersebut.
Lembaga organisasi RT dan RW sebagai sebuah lembaga masyarakat yang bersifat “pengabdian” yang dikelola oleh pengurus RT dan RW ini benar-benar patut diacungi jempol karena pengabdian, ketulusan dan keikhlasan yang dilakukan bagi kepentingan masyarakat semata-mata dan jauh dari berbagai kepentingan pribadi. Barangkali pada level-level seperti inilah pembelajaran demokratisasi warga diimplementasikan bagi kepentingan warga masyarakat sekitarnya. Warga masyarakat yang mengajukan usulan program kegiatan, warga masyarakat pulalah yang melakukan dan sekaligus melakukan pengawasannya. Kesederhanaan, kebersamaan, dan kejujuran diantara warga yang sangat majemuk barangkali menjadi kata kunci perekat diantara mereka.
Bukanlah rahasia lagi bahwa yang namanya pengurus RT dan RW ini sudah biasa kalau harus berkorban tenaga, pikiran, dan dana ketika melakukan berbagai program kegiatan yang ada di lingkup ke-rt-an maupun ke-rw-an, apalagi kalau menyambut adanya event-event tertentu. Bahkan tidak jarang mereka harus berhadapan langsung dengan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, seperti masalah keributan / perkelahian antar warga, keamanan warga, dan sebagainya yang kadangkala jiwa menjadi taruhannya. Mudah-mudahan jiwa dan semangat pengabdian mereka tetap terjaga dengan baik.
Harapan dan Tantangan
Nuansa demokratis benar-benar nampak diberbagai forum musyawarah tingkat RT dan RW. Kesadaran dan kebersamaan yang tumbuh dan berkembang dengan baik pada organisasi paling bawah ini paling tidak merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi pembangunan masyarakat di daerah pada umumnya. Tetapi, kondisi yang ada di lingkup ke-rt-an maupun ke-rw-an sekaligus bisa menjadi kendala atau ganjalan manakala aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat level bawah ini terabaikan begitu saja. Jangan sampai “manis di mulut tetapi sepi dalam realitas”. Apabila hal ini terjadi, maka pola pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif hanya tinggal sebagai sebuah slogan yang manis dibicarakan, namun pahit dalam tataran pelaksanaannya.
Sebagai sebuah gambaran sederhana, misalnya ketika akan diselenggarakan Musyawarah Kelurahan Membangun (Muskelbang) maka setiap RT dan RW harus mempersiapkan usulan-usulan program yang akan dilakukan untuk suatu periode tertentu baik berupa usulan kegiatan yang bersifat phisik maupun nonphisik. Usulan program yang diajukan oleh RT dan RW tersebut selanjutnya dibawa ke level kelurahan untuk dibahas lebih lanjut ke forum Muskelbang. Forum inilah diharapkan menjadi ajang pembelajaran demokratisasi para warga di level kelurahan.
Nah, sebelum sampai pada forum Muskelbang, sesuai dengan SK Walikota Surakarta Nomor: 410/45-A/1/2002 tentang pedoman teknis penyelenggaraan Musyawarah Kelurahan Membangun, Musyawarah Kecamatan Membangun dan Musyawarah Kota Membangun Kota Surakarta tahun 2002, disebutkan bahwa sebelum dilaksanakan Muskelbang terlebih dahulu dilakukan Pra-Muskelbang I dan II.
Secara garis besar, pada dasarnya apa yang dilakukan dalam kegiatan Pra-Muskelbang I dan II merupakan tahapan-tahapan persiapan yang perlu dilakukan agar Muskelbang yang akan diselenggarakan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya. Selanjutnya, apa yang telah dihasilkan dalam forum Muskelbang ini akan dibahas ke forum musyawarah tingkat Kecamatan (Muscambang) dan selanjutnya ke forum musyawarah Kota (Muskotbang).
Musyawarah yang dilakukan mulai level Kelurahan, Kecamatan, dan Kota tiada lain dimaksudkan untuk menjaring semua aspirasi yang berkembang dari berbagai komponen masyarakat yang ada tanpa terkecuali untuk ikut serta merencanakan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan program pembangunan daerahnya masing-masing. Apa yang dimusyawarahkan pada forum-forum tersebut bukan saja usulan program kegiatan yang bersifat program fisik tetapi juga yang bersifat non-fisik, termasuk didalamnya sejumlah indicator keberhasilan dan besaran dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Pertanyaan yang sering muncul dari warga masyarakat lapisan bawah ini adalah apakah program kegiatan yang diusulkan yang bersumber dari musyawarah di tingkat RT dan RW tersebut nantinya akan terealisir? Pertanyaan polos dan lugas yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam warga masyarakat tersebut tentunya wajar dan sah-sah saja. Oleh karena, umumnya mereka sangat berharap bahwa apa yang diusulkan tersebut dapat terealisir, sehingga akan mampu memperbaiki kondisi lingkungan masyarakat di sekitarnya. Akan tetapi, di sisi yang lain pemerintah kota memiliki kendala klasik yaitu keterbatasan anggaran bagi pembangunan daerah. Bahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2002 porsi dana yang disediakan untuk pembangunan sangatlah minim. Disamping itu, masyarakat sendiri juga tidak pernah tahu seberapa besar pemerintah kota (pemkot) mampu menghasilkan penerimaan (pendapatan) bagi APBDnya dan akan dialokasikan pada kegiatan apa. Ini berarti bahwa sosialisasi memiliki arti yang sangat penting bagi warga masyarakat.
Mengingat berbagai keterbatasan yang ada (sumber dana), maka pemerintah biasanya menggunakan strategi penetapan Daftar Skala Prioritas (DSP). Dalam artian bahwa pemerintah hanya akan melaksanakan atau membiayai program kegiatan yang memang menjadi skala prioritas utama pembangunan di daerah. Nah, bagaimana dengan program kegiatan yang memiliki bobot prioritas nomor-nomor berikutnya? Pertanyaan ini pernah muncul dalam suatu forum pelatihan fasilitator di sebuah hotel di Solo beberapa waktu yang lalu sebagai sebuah respon dari instruktur yang mewakili pemerintah kota (pemkot).
Kalau yang diterima dan dibiayai APBD hanya usulan kegiatan yang memperoleh prioritas utama, sementara prioritas nomor berikutnya tersisihkan dan harus diusulkan lagi untuk periode berikutnya, maka hal ini memberikan dampak yang kurang baik bagi para pengusul program kegiatan yang sudah bersusah dan berpayah-payah menyusun usulan program tersebut. Pertama: penentuan pola DSP seperti itu tidak efisien, karena pengusul (RT dan RW) harus mengusulkan lagi untuk tahun berikutnya. Kedua, salah satu dampak yang sangat tidak diharapkan adalah munculnya sikap para pengusul yang lebih cenderung asal-asalan dalam mengajukan usulan kegiatan, karena merasa toh pada akhirnya usulannya nanti tidak terealisir juga. Sikap seperti ini bisa saja muncul sebagai sebuah akumulasi kekecewaan yang lama. Ketiga, sikap lainnya yang barangkali perlu diantisipasi adalah munculnya sikap masa bodoh, cuek atau tidak mau tahu terhadap pembangunan masyarakat di lingkungannya.
Sikap-sikap tersebut jelas akan menghambat gerak pembangunan di suatu daerah. Oleh karenanya, salah satu gagasan yang barangkali dapat membantu meredam kekecewaan masyarakat adalah dengan menempatkan skala prioritas pembangunan berdasarkan periodisasi (jenjang waktu), katakanlah tahun pertama, kedua dan seterusnya. Kalau periodisasi ini bisa dilakukan maka masyarakat akan tetap memiliki motivasi yang tinggi karena mereka tahu bahwa usulan kegiatannya akan tetap dapat dilaksanakan, meskipun tidak periode sekarang (misalnya). Disisi lain, masyarakat akan memiliki apresiasi yang baik dan positif terhadap pemerintah bahwa ternyata pemerintah benar-benar memiliki komitmen yang tinggi terhadap masyarakat pada umumnya. Ini merupakan modal dasar pembangunan yang sangat berharga bagi pembangunan masyarakat kedepan, tumbuhnya kepercayaan terhadap pemerintahannya sendiri (pemkot).
Terima kasih,ilmunya sgt bermanfaat untuk menyelesaikan tugas saya.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSaya ingin mengembalikan semua kemuliaan kepada Yang Maha Kuasa atas apa yang Dia gunakan untuk Ibu Rossa lakukan dalam hidup saya, nama saya Mira Binti Muhammad dari kota bandung di indonesia, saya adalah seorang janda dengan 2 anak, suami saya meninggal dalam kecelakaan mobil dan Sejak saat itu kehidupan menjadi sangat kejam bagi saya dan keluarga saya dan saya telah mencoba beberapa tahun untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank di Indonesia dan saya ditolak dan ditolak karena saya tidak memiliki agunan dan tidak dapat memperoleh pinjaman dari bank dan saya sangat sedih
ReplyDeletePada hari yang penuh dedakan ini saat saya melewati internet, saya melihat kesaksian Annisa tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari Ibu Rossa dan saya menghubungi dia untuk bertanya tentang perusahaan pinjaman ibu Rossa dan betapa benarnya pinjaman dari ibu Rossa dan dia mengatakan kepada saya itu benar dan saya menghubungi Ibu Rossa dan setelah mengajukan aplikasi pinjaman saya dan pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 24 jam saya mendapatkan uang pinjaman saya di rekening bank saya dan ketika saya memeriksa rekening saya, uang pinjaman saya utuh dan saya sangat bahagia dan saya telah berjanji bahwa saya akan membantu untuk memberi kesaksian kepada orang lain tentang perusahaan pinjaman ibu rossa, jadi saya ingin menggunakan media ini untuk memberi saran kepada siapa saja yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. Rossa melalui email: rossastanleyloancompany@gmail.com dan Anda Bisa juga hubungi saya via email saya: mirabintimuhammed@gmail.com untuk informasi serta teman-teman Annisa Barkarya via email: annisaberkarya@gmail.com