- SISTEM TANAM PAKSA DI INDONESIA
- Pustaka.com
1.Latar Belakang Timbulnya Sistem Tanam Paksa
Pada
tahun 1830, Johannes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal Hindia
Belanda yang diserahi tugas tugas utama meningkatkan produksi tanaman ekspor yang
terhenti selama sistem pajak tanah berlangsung. Beban tugas yang berat tersebut
didorong oleh keadaan parah keuangan negeri Belanda karena hutang yang besar.
Menurut Poesponegoro (2008: 325) menyatakan bahwa masalah keuangan yang
membelit Belanda tidak dapat ditanggulangi Belanda sendiri, pemikiran timbul
untuk mencari pemecahan-pemecahannya di koloni-koloninya di Asia, yaitu di
Indonesia. Hasil pertimbangan-pertimbangan ini menjadi gagasan Sistem Tanam
Paksa yang diintroduksi oleh van den Bosch sendiri.
Sistem Tanam Paksa
(Cultuurstelsel) merupakan sebuah eksperimen unik dalam rekayasa
sosio-ekonomi. Van den Bosch adalah salah satu orang dari Belanda
yang diangkat menjadi Komisaris Jenderal yang memiliki kekuasaan luar biasa,
yang pada saat itu menguasai sepenuhnya di Indonesia. Ia menerapkan Sistem
Tanam Paksa untuk orang-orang pribumi Jawa guna sebagai bentuk pembaharuan dari
sistem sebelumnya yang pernah mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya, yaitu
sistem pajak tanah. Sebelumnya, pelaksanaan sistem ini menimbulkan
beberapa sikap buruk yang dimiliki dari orang Belanda, diantaranya Belanda
tidak dapat menciptakan hubungan baik dengan pihak petani Jawa, sehingga
kekerabatan antara mereka tidak terjalin dengan baik. Belanda juga tidak
mencoba untuk mendekati para bupati dan kepala desa, yang nantinya dapat
membantu mereka untuk mengekspor tanaman-tanaman yang terdapat di Jawa
untuk dimanfaatkan pihak Belanda sendiri.
Melihat kegagalan dari sistem
tersebut, akhirnya Van den Bosch beralih ke sistem yang baru yaitu
cultuurstelsel (tanam paksa). Dengan mengamati letak geografis di pulau
Jawa yang sangat luas dan memiliki berbagai macam tanaman berharga,
Belanda membuat peraturan baru yang jauh berbeda dari sistem sebelumnya.
Diantaranya adalah merubah strategi pada pajak yang dikehendaki dengan
mengharuskan rakyat Jawa membayarnya dalam bentuk barang, yaitu menyerahkan
sebagian hasil-hasil pertanian mereka untuk diserahkan kepada pihak Belanda,
bukan lagi dengan menyerahkan dalam bentuk uang yang dilakukan pada masa pajak
tanah.
Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den
Bosch menyusun program sebagai berikut :
1.
sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak
dan pelaksanaannya sulit.
2.
Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman
yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3.
Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya
kepada pemerintah Belanda.
2.Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (1830-1870).
Pelaksanaan Sistem tanam
paksa tertuang dalam ketentuan-ketentuan pokok dalam Staatsblad (Lembaran
Negara) tahun 1834, no 22 berbunyi sebagai berikut:
1.
Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan
sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di
pasaran Eropa.
2.
Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan in tidak
boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3.
Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi
pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4.
Bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan
dari pembayaran pajak tanah.
5.
Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan, wajib
diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; jika nilai hasil-hasil tanaman
dagangan yang ditaksir melebihi pajak yang harus dibayar rakyat, maka selisih
positifnya harus diserahkan kepada rakyat.
6.
Panen tanaman dagangan yang gaagl harus dibebankan kepada pemerintah,
sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau
ketekunan pihak rakyat.
7.
Penduduk desa mengerjakan tanah – tanah meeka dibawah
pengawasan kepala –kepala mereka, sedangkan pegawai –
pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah pengawasan pembajakan
tanah, panen, dan pengangkutan tanaman – tanaman agar
berjalan dengan baik dan tepat waktu.
Menurut ketentuan-ketentuan
diatas memang tidak terlihat pemerintah Belanda menekan rakyat. Namun di dalam
prakteknya pelaksanaan sistem tanam paksa sering sekali menyimpang jauh dari
ketentuan-ketentuan di atas, sehingga rakyat banyak dirugikan (Kecuali mungkin
ketentuan nomor 4 dan 7). Dalam menjalankan tanam paksa pemerintah Belanda
menggunakan ikatan komunal dan ikatan desa untuk mengorganisir masyarakat. Van
den bosch menggunakan pengaruh para bupati sehingga kekuasaan para bupati
menjadi luas selain itu para bupati dan kepala desa mendapatkan
cultuurprocenten disamping pendapatan yang didapat dari pemerintah,
cultuurprocenten ini presentase tertentu dari penghasilan yang diperoleh dari
penjualan tanaman tanaman ekspor yang diserahkan kepada pegawai Belanda, bupati
dan kepala desa jika mereka berhasil mencapai atau melampaui target produksi
yang dibebankan kepada setiap desa. Cara-cara ini tentu saja menimbulkan banyak
penyelewengan yang merugikan rakyat karena pegawai Belanda maupun para bupati
dan kepala desa mempunyai keuntungan sendiri dalam usaha untuk meningkatkan
produksi tanaman dagang untuk ekspor.
Salah satu akibat yang sangat
penting dari tanam paksa adalah meluasnya bentuk tanah milik bersama (komunal).
Hal ini dikarenakan para pegawai pemerintah kolonial cenderuing memperlakukan
desa dengan semua tenaga kerja yang tersedia dan tanah pertanian yang dimiliki
penduduk desa sebagai satu keseluruhan untuk memudahkan pekerjaan mereka dalam
menetapkan tugas penanaman paksa yang dibebankan pada setiap desa. Jika para
pegawai pemerintah Belanda misalnya harus mengadakan persetujuan yang terpisah
dengan setiap petani, memperoleh seperlima bidang tanah mereka, hal ini akan
mempersulit mereka. Maka akan jauh lebih mudah untuk menetapkan target yang
harus dicapai oleh masing-masing desa sebagai satu keseluruhan desa.
3.Dampak Terjadinya Tanam Paksa Di Indonesia
Dampak dari terjadinya tanam
paksa di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang yaitu :
1.
Dalam bidang pertanian
Culture stelsel menandai
dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi
dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai
dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer
pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional"
penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan
peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi
beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk
meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah
pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara
serius.
2.
Dalam bidang sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya
dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan
petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial
dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan
antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat
perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang
tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya
wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
3.
Dalam bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa
tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal
oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong
terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam
pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah
pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa
menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian
hasil produksi tanaman eksport bertambah, mengakibatkan perkebunan-perkebunan
swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam
paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi”
yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan
bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial
berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk,
rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng
untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan
memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat,
barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai
macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan
kepala-kepala desa itu sendiri.
Pelaksanaan sistem tanam
paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan
eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena ittu, sistem tanam paksa
menimbulkan akibat secara umum yaitu:
1. Bagi Indonesia
·
Sawah ladang menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja rodi yang
berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis
·
Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila
panen gagal
·
Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang
berkepanjangan
·
Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat
·
Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit dimana-mana sehingga angka
kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang
sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850).
Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun darstis. Disamping itu, juga
terjadi penyakit busung lapar (hongorudim) dimana-mana.
2. Bagi Belanda
·
Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda
·
Hutang-hutang Belanda terlunasi
·
Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja
·
Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi
·
Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia dan
perdagangan berkembang pesat
. Dampak
Positif Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam
paksa di Indonesia (1830-1870) bagi negeri Belanda telah mampu menghapuskan
utang-utang internasionalnya bahkan menjadikannya sebagai pusat
perdagangan dunia untuk komoditi tropis (Fauzi, 1999:31). Dari pernyataan
tersebut kita dapat mengetahui betapa pelaksanaan sistem tanam paksa di
Indonesia ini telah memberikan keuntungan yang melimpah bagi negeri Belanda,
namun tidak halnya bagi masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, sistem
tanam paksa telah menimbulkan berbagai akibat pada masyarakat pedesaan utamanya
berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan ketenagakerjaan. Meskipun demikian,
pelaksaan sistem tanam paksa sedikit banyak juga telah memberikan nilai-nilai
positif bagi masyarakat di pedesaan.
Dalam tanam paksa, jenis
tanaman wajib yang diperintahkan untuk ditanam adalah kopi, tebu, dan indigo.
Dengan diperkenalkannya tanaman-tanamn ekspor ini maka masyarakat dapat
mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual tinggi di pasaran internasional.
Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat tradisional tentang tanaman ekspor,
maka tentunya etos kerja masyarakat akan mengalami peningkatan.
Sistem tanam paksa dapat
diibaratkan sebagai 1 keping uang logam, disatu sisi pelaksanannya telah
memunculkan satu kerugian bagi masyarakat pedesaan Indonesia, namun disisi lain
sistem tanam paksa juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia.
Dampak positif dari sistem tanam paksa itu sendiri dapat dijabarkan sebagaimana
berikut:
1.
Belanda menyuruh rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk
diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanamn ekspor seperti kopi,
nila, lada, tebu.
2.
Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran samapai
lapisan terbawah masyarakat Jawa.
3.
Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf
hidup masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda
sendiri, tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan
memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan uang.
4.
Berkembangnya industialisasi di pedesaan
(http:pustakanew.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment